-->

Ads 720 x 90

Fiksioner Free Blogger Theme Download

Media Massa, Antara Manfaat dan Dampaknya


Oleh: Atang Setiawan


Peran Media Massa

Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa peran media massa sekarang ini telah menyentuh semua aspek kehidupan kita di setiap saat, setiap hari. Beragam berita, rubrik, acara maupun program disajikan oleh media massa, baik cetak maupun elektronik. Sebelum berangkat ke kantor, kita menonton televisi atau membaca koran untuk mengetahui apa yang sudah terjadi kemarin atau bahkan dini hari tadi, peritiwa yang sedang terjadi hari ini, maupun peristiwa yang akan terjadi besok. Di perjalanan menuju kantor kita mendengarkan radio, sampai di kantor, kita membaca berita di Internet atau ada juga mungkin menonton televisi untuk memantau situasi terkini atau hanya sekedar menonton acara gosip. Di rumah, kita masih juga bisa memantau situasi dengan berbagai media massa yang ada. Sehingga, media massa sungguh berjasa dalam menyampaikan berita, informasi pendidikan, hiburan maupun prakiraan peristiwa yang akan terjadi, supaya kita bisa mengantisipasi atau juga bereaksi terhadap situasi yang disampaikan. Tetapi apakah memang selalu begitu, apa yang ditayangkan maupun disampaikan oleh media massa di hadapan kita? Bagaimanapun ada beberapa media massa yang mengemban misi tertentu. Namun, selama misi yang disampaikan oleh media massa tersebut bertujuan untuk mendidik dan mencerdaskan pembacanya tentunya itu merupakan sebuah tugas mulia dari media massa. Tetapi, apabila terjadi pembodohan atau meberikan contoh perilaku yang akan mempengaruhi masyarakat untuk melakukan perbuatan menyimpang apakah masih bisa disebut media massa?

Bagaimanapun kontribusi media massa baik cetak maupun elektronik terhadap berita kriminal / kekerasan barangkali ada korelasinya dengan pasar. Berita kriminal / kekerasan itu secara pasar memang menarik publik. Motif kejahatan / kekerasan yang ditayangkan di media massa juga tidak bisa dimungkiri bisa ditiru oleh masyarakat sebagai penonton atau pembaca berita sebab salah satu fungsi media massa merupakan sebagai media yang menghubungkan dua kepentingan atau lebih. Akan tetapi, peristiwa itu penting disampaikan kepada publik, di satu sisi bertujuan supaya menjadi peringatan untuk meningkatkan kewaspadaan. Dengan begitu masyarakat diharapkan memiliki tingkat kesadaran yang tinggi, baik untuk dirinya maupun lingkungannya, untuk calon-calon penjahat lain, kalau memang dia melakukan kejahatan, bisa mengalami perlakuan yang sama dari para penegak hukum. Misalnya, tayangan penjahat yang ditembak kakinya oleh polisi. Penjahat itu memang mengalami kekerasan, tetapi sebaliknya menjadi semacam warning, baik ke publik maupun ke calon penjahatnya. Namun di sisi sebaliknya, perilaku kejahatan / kekerasan yang ditampilkan di media massa menjadi contoh untuk melakukan peniruan tingkah laku. Pengaruh ini disebabkan media massa (terutama televisi) punya kemampuan menciptakan kesan (image) dan persepsi bahwa suatu muatan dalam layar kaca menjadi lebih nyata dari keadaan sebenarnya. Lalu, liputan media menjadi seolah-olah lebih nyata dari yang sebenarnya (Pikiran Rakyat; Rabu, 03 Desember 2003). Karena itu, penayangan kejahatan memang bermata dua, di satu pihak ada sisi positifnya, tetapi di lain pihak juga ada sisi negatifnya.

Media Massa dan Belajar Kejahatan

Namun apa daya, tayangan kriminal / kekerasan di media massa juga merupakan salah satu sumber penghasil keuntungan besar bagi stasiun televisi maupun media lainnya di negeri ini. Di lain pihak, seorang reporter dan juru kamera televisi maupun media lainnya dapat meliput berita kriminal / kekerasan, tentu saja mereka mendapat upah yang tidak sedikit dari berita kriminal yang ditayangkan, sehingga kejahatan / kekerasan seolah menjadi hal biasa. Sebagai contoh; wajah babak belur, sosok mayat dalam keadaan mengenaskan, dan bahkan kejahatan / kekerasan seksual pun menjadi komoditas. Sementara kondisi sosial ekonomi masyarakat dalam keadaan yang tidak menentu akibat pertengkaran politis dan membutuhkan ketenangan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi (Kompas, Sabtu, 03 Juli 2004).

Akibatnya terjadi perlombaan menampilkan kejahatan / kekerasan sebagai sarana untuk mencari nafkah dan menjadi komoditas sehari-hari. Segmen berita kriminal, kekerasan dan seksual menjadi andalan mencari uang tanpa mengindahkan dampak kejiwaan bagi masyarakat dan terutama anak-anak. Bahkan sejumlah media cetakpun seolah-olah berlomba menampilkan berbagai berita kejahatan / kekerasan termasuk menampilkan foto mayat korban tindak kriminalitas. Berita kriminal / kekerasanpun menjadi komoditas yang dijual dengan huruf cetak tebal dan bahasa sensasional untuk menarik pembaca.

Tayangan media massa tentang dunia kriminal yang menarik tersebut bersamaan dengan perkembangan kejahatan serta semakin beragamnya dunia kejahatan yang terjadi secara faktual di masyarakat. Tidak akan ada habisnya inovasi dan variasi acara yang ditayangkan oleh media massa, juga seiring dengan semakin langgengnya bentuk kejahatan yang tidak memperlihatkan kecenderungan menurun. Pada akhirnya, semua kemajuan penayangan acara kriminal pada semua media massa menjadi pararel dengan peningkatan jumlah kriminalitas yang terjadi di masyarakat, walaupun mungkin yang terliput hanya beberapa persen saja dari angka kriminalitas yang sebenarnya, dan pada daerah-daerah tertentu saja. Angka kejahatan yang semakin meningkat ini berakibat pula kepada format acara yang semakin variatif, yang akhirnya kesemuanya bermuara kepada keuntungan besar yang didapat media televisi dari siaran kriminal tersebut. Akhirnya, keuntungan besar ini sedikit demi sedikit menutup tingkat sensitivitas pemilik media massa akan analisis seberapa besar pengaruh yang diakibatkan tayangan kriminal itu (Pikiran Rakyat; Rabu, 03 Desember 2003). Makin beragamnya modus operandi kejahatan yang terjadi di masyarakat, diperlihatkan kepada masyarakat melalui tayangan-tayangan media massa yang semakin variatif pula. Semakin banyak dilihat dan dibaca oleh masyarakat akan meningkatkan ratting televisi maupun oplah surat kabar atau majalah.

Pada kenyataannya, semakin banyak tayangan tentang dunia kriminal, tapi tidak menghentikan atau paling tidak meminimalkan modus tindak kriminalitas di masyarakat. Padahal, sebagai kontrol sosial, media massa, khususnya televisi, mestinya sejalan dengan teorinya bahwa tindak kejahatan akan semakin berkurang ketika semua dibongkar dan dibuka ke publik. Alasannya, ini akan mengakibatkan efek jera bagi pelaku dan membuat orang berpikir dua kali ketika akan melakukan hal yang sama. Akan tetapi, yang terjadi justru sebaliknya. Seolah-olah berbagai laporan berita kriminal dengan mempermalukan pelaku kejahatan itu menjadi contoh kepada mereka yang belum melakukan dan menjadi hiburan kepada yang pernah atau suka melakukan sehingga semakin memanggil orang untuk ikut melakukan kejahatan yang sama. Atau bagi pelaku-pelaku kejahatan tertentu akan berusaha menganalisa bagaimana upaya untuk menghindarkan diri dari tangkapan polisi. Dengan tayangan tersebut menjadikannya sebagai proses belajar bagi para pelaku kejahatan yang belum tertangkap. Menurut Sutherland (1939), dalam bukunya Principles of Criminology, dalam salah satu preposisinya menyatakan bahwa tingkah laku jahat dipelajari dan tingkah laku jahat dipelajari ketika berinteraksi dengan orang-orang lain dalam proses komunikasi (Muhammad Mustofa, 2007: 81). Karena itu para pelaku kejahatan dalam melakukan kejahatannya memiliki kriteria dalam memilih korbannya serta mempelajarinya. Apalagi diberi contoh oleh kawan-kawannya yang ditayangkan oleh media massa. Mungkin kita pernah melihat tayangan televisi yang memperlihatkan seorang pelaku kejahatan yang belum tertangkap polisi tetapi sudah dapat diwawancarai oleh media massa. Dengan menggunakan topeng dan nama serta suara yang disamarkan memaparkan cara melakukan kejahatan. Hal tersebut akakn menjadi pelajaran bagi para pelaku kejahatan yang belum tertangkap dan akan menganalisis bagaimana melakukan kejahatan yang lebih canggih untuk menghindari tertangkap polisi.

Selain itu para pelaku kejahatan berfikir rasional, mereka mempertimbangkan situasi serta menghitung keuntungan dan kerugiannya ketika tertangkap. Para pelaku kejahatan tidak pernah memilih calon mangsa. Siapa pun, sepanjang situasi memungkinkan, akan mereka lakukan. Dalam sebuah teori yang disebut "Teori Rangsangan" (Stimulation Theory) dari Joseph R. Dominick yang dikutip Redi Panuju dalam Relasi Kuasa. Teori itu menyatakan, efek media massa adalah significan positive. Artinya, bila seseorang menonton sebuah tayangan tentang kejahatan, sangat mungkin yang bersangkutan melakukan kejahatan yang sama. Alberta Bandura membuktikan teori ini dengan sebuah eksperimen kepada anak-anak. Anak-anak diberikan sebuah tayangan film dengan tokoh yang jahat. Setelah menonoton tayangan tersebut, anak ternyata lebih agresif terhadap stimulus yang sama keras dan cenderung jahat (Pikiran Rakyat; Rabu, 03 Desember 2003).

Sama halnya dengan tayangan-tayangan bentuk kejahatan yang dikemas sedemikian rupa sehingga sangat menarik untuk ditonton. Sebab selain dijelaskan bentuk kejahatannya, juga dilengkapi dengan adegan bagaimana kejahatan itu dilakukan. Oleh karena itu, sangat jelas dan wajar kalau ada yang mengatakan bahwa kalau mau menjadi penjahat maka sekolahnya adalah di rumah sendiri, gurunya adalah acara kriminal di televisi. Pasalnya, semuanya sudah lengkap, selain dapat memilih bentuk kejahatannya, kita juga akan dibekali dengan trik-trik bagaimana kejahatan itu dilakukan. (Roni Tabroni; 2003)

Tetapi sekali lagi, televisi dengan tayangan kriminalnya telah banyak memberikan pendidikan kriminal secara terbuka kepada semua orang, baik laki-laki maupun perempuan. Anak-anak maupun dewasa, bahkan orang tua bangka sehingga tindak kriminal pun kini lebih beragam, tidak memandang usia dan jenis kelamin. Tidak sedikit kejahatan dilakukan oleh anak-anak, orang tua, bahkan perempuan yang dianggap selama ini sebagai kaum yang lemah dan rentan menjadi korban kejahatan. Akan tetapi, secara kasat mata ternyata tidak sedikit perempuan yang melakukan pembunuhan atau tindak kejahatan lainnya. Berita kriminal yang pada awalnya menyarankan pada pengeliminasian kejahatan dengan efek jeranya, justru menjadi semacam pendidikan kepada masyarakat tentang suatu perbuatan yang ditayangkan dalam reka ulang. Jelas media massa dalam hal ini tidak sendirian, tetapi ada juga institusi lain, yaitu kepolisian dalam menayangkan sebuah acara kriminal.

Penegak hukum juga selayaknya lebih menyelaraskan langkahnya dengan tindakan yang tidak menimbulkan efek negatif seperti di atas. Rating yang tinggi dengan segudang keuntungan bagi pihak media massa mesti bukanlah segalanya, ketika dihadapkan kepada realitas masyarakat yang semakin buruk akibat dari tayangan yang menguntungkan itu. Demikian halnya, polisi tidak akan memanfaatkan tayangan-tayangan kriminal tersebut untuk dijadikan ajang memopulerkan dirinya demi kenaikan pangkat dan sebagainya ketika diliput media massa dan menjelaskan penanganan kasus kejahatan yang sedang dihadapi.

Karena itu, sudah saatnya kita untuk tidak selalu 'mencerna' apa saja setiap kali disuapi berita oleh media massa itu. Kita harus selalu ingat bahwa pasti ada dua sisi pada sebuah ”koin”. Demikian halnya dalam setiap peristiwa yang terjadi dalam masyarakat, pasti selalu ada dua sisi. Jika sebuah media massa mengatakan atau menayangkan ada sebuah peristiwa, maka kalau perlu kita harus mencari tahu cerita dari peristiwa tersebut. Jika televisi lebih suka memberitakan pengrusakan sebuah gedung, kita harus cari tahu latar belakang pengrusakan itu. Mungkin kita tidak perlu selalu percaya dari cerita itu. Tetapi, tidak ada salahnya kita memakai kemampuan berpikir untuk menganalisa dan kita akan tahu mana berita yang benar dan mana yang bohong. Apabila merasa malas untuk mencari tahu sisi lain dari sebuah berita di media massa dan terlalu malas untuk menimbang mana yang benar dan mana yang berbohong, baiknya kita berdiam dan tutup mulut saja daripada melakukan hal-hal yang lebih bodoh.

*Atang Setiawan
Dimuat pada Majalah Polisi Metropolitan Edisi 19 Pebruari 2008

Atang S
Lahir dan dibesarkan di sebelah selatan kaki Gunung Ciremai, Kuningan - Jawa Barat.
Newer Oldest

Related Posts

1 comment

Subscribe Our Newsletter