-->

Ads 720 x 90

Fiksioner Free Blogger Theme Download

Unjuk Rasa ....


Atang S

Unjuk rasa merupakan salah satu bentuk mengungkapkan pendapat di muka umum untuk menuntut atau menyampaikan tuntutan kepada penguasa. Berakhirnya era pemerintahan Orde Baru membawa pengalaman baru bagi masyarakat Indonesia, yakni terjaminnya kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum. Ini dimungkinkan dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Sebelum ada undang-undang tersebut, persoalan menyampaikan pendapat di muka umum ini hanya diatur dalam Pasal 28 UUD 1945. Pasal itu menyebutkan bahwa kebebasan berserikat, berkumpul, dan kebebasan menyampaikan pikiran serta tulisan dijamin oleh negara dengan berdasarkan undang-undang yang berlaku. Namun, undang-undangnya sendiri tidak pernah dibuat oleh pemerintahan Orde Baru. Meski demikian, sangat jarang terjadi aksi unjuk rasa besar-besaran. Aksi-aksi yang dilancarkan kebanyakan bersifat terbatas dalam aspek peserta yang tidak banyak, lokasi yang terbatas, biasanya di pelataran kampus untuk aksi-aksi unjuk rasa oleh mahasiswa; serta di pelataran pabrik atau kantor jika aksi unjuk rasa itu dilancarkan buruh, serta isu ataupun persoalan yang disampaikan.
Pemerintah dan aparatnya dalam menanggapi aksi-aksi yang dikategorikan sebagai "aman terkendali" itu pun tidak terlalu bersusah payah. Biasanya aksi tersebut akan usai tanpa harus ada upaya yang bersifat keras dan paksaan. Tentunya dengan syarat ada mekanisme penyaluran aspirasi mereka. Persoalan apakah aspirasi tersebut dipenuhi atau tidak, itu urusan lain. Memang ada sejumlah kasus di mana aksi unjuk rasa disampaikan dalam kategori yang berbeda. Dengan massa yang banyak, dilakukan di tempat umum, dan menyampaikan tuntutan yang membuat penguasa khawatir. Aksi-aksi semacam itu biasanya berujung pada tindakan pembubaran yang bersifat keras. Tidak jarang pula melibatkan letusan senjata api. Akan tetapi, ada pula aksi besar yang tidak perlu berujung pada tindak pembubaran dengan kekerasan. Melainkan dengan sikap pemerintah yang mengakomodasi tuntutan pengunjuk rasa.
Permasalahan yang mengemuka seputar aksi unjuk rasa dan penanganannya adalah bagaimana sepatutnya perangkat hukum dan tindakan petugas penegak hukum menghadapi aksi unjuk rasa. Tindakan ini mencakup dari kesiapan undang-undang, personel dan peralatan, hingga ke tindakan di lapangan. Wujud dari tindakan persiapan ini adalah tersedianya personel penegak hukum, yaitu Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) sebagai ujung tombak dengan didukung oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI) jika personel Polri dirasa tidak memadai; tersedianya alat-alat yang mendukung tugas-tugas pengendalian massa secara memadai; serta adanya prosedur yang jelas dan tegas untuk membubarkan aksi unjuk rasa.
Memang sangat rumit menangani unjuk rasa. Belum lagi jika harus memperhatikan faktor keselamatan petugas maupun pengunjuk rasa. Karena bagaimanapun harus diantisipasi seandainya ada perlawanan atau tindakan yang membahayakan keselamatan pengunjuk rasa. Dalam menghadapi aksi unjuk rasa, institusi penanggung jawab keamanan menyediakan pasukan yang memadai secara jumlah maupun kecakapan untuk menghadapi aksi unjuk rasa massa. Secara jumlah boleh dibilang bukanlah persoalan, karena Indonesia sangat terkenal dengan konsep padat karya di bidang apa pun. Akan tetapi, bagaimana dengan kecakapan menghadapi dan jika perlu membubarkan aksi unjuk rasa? Belum lagi ditambah pertimbangan membubarkan dengan tindakan yang manusiawi?
Berlakunya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum telahh memberikan jaminan bagi masyarakat untuk dapat mengemukakan pendapatnya di muka umum dengan tertib dan damai. Sebelum ada undang-undang tersebut, persoalan menyampaikan pendapat di muka umum ini hanya diatur dalam Pasal 28 UUD 1945. Pasal itu menyebutkan bahwa kebebasan berserikat, berkumpul, dan kebebasan menyampaikan pikiran serta tulisan dijamin oleh negara dengan berdasarkan undang-undang yang berlaku. Namun, undang-undangnya sendiri tidak pernah dibuat oleh pemerintahan Orde Baru.
Dalam hal ini, PBB telah membuat konvensi tentang prinsip dasar penggunaan kekerasan dan senjata api oleh para pejabat penegak hukum. Konvensi ini telah ditandatangani oleh Polri ketika mengikuti sidang Interpol tahun 2000 di Beograd. Di antara butir-butir konvensi tersebut ada salah satu yang berkaitan dengan penanganan aksi unjuk rasa. Dasar filosofi yang disebutkan di situ adalah setiap orang bebas berkumpul dan berhimpun.
Download MP3
Pejabat penegak hukum, dalam pembubaran perhimpunan yang sah tetapi nonkekerasan, harus menghindari penggunaan kekerasan. Jika hal itu tidak dapat dilaksanakan, harus membatasi kekerasan tersebut sekecil mungkin yang diperlukan. Dalam pembubaran perhimpunan yang keras, pejabat penegak hukum dapat menggunakan senjata api hanya jika sarana yang kurang berbahaya tidak dapat digunakan. Hanya dipakai sangat minimum serta dalam kondisi untuk membela diri atau orang lain dari ancaman luka parah/kematian, serta mencegah terjadinya tindak kejahatan besar.
Pemandangan yang seringkali terjadi kini adalah aksi demonstrasi yang berakhir dengan kekerasan. Polisi bentrok dengan demonstran. Unjuk rasa merupakan salah satu bentuk mengungkapkan pendapat di muka umum untuk menuntut atau menyampaikan tuntutan kepada penguasa. Berakhirnya era pemerintahan Orde Baru membawa pengalaman baru bagi masyarakat Indonesia, yakni terjaminnya kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum. Ini dimungkinkan dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Sebelum ada undang-undang tersebut, persoalan menyampaikan pendapat di muka umum ini hanya diatur dalam Pasal 28 UUD 1945. Pasal itu menyebutkan bahwa kebebasan berserikat, berkumpul, dan kebebasan menyampaikan pikiran serta tulisan dijamin oleh negara dengan berdasarkan undang-undang yang berlaku.
Dalam aksi unjuk rasa massa, bisa dipahami bahwa terjadinya bentrokan disebabkan adanya ketidakpuasan masyarakat atau mahasiswa yang berunjuk rasa dalam menyampaikan aspirasinya atau mengemukakan pendapat di muka umum. Namun, ketidakpuasan itu sebaiknya disampaikan tanpa kemarahan, apalagi perusakan dan pembakaran, selain itu massa mahasiswa dan masyarakat tidak mudah terprovokasi dan tetap menjaga ketertiban. Aksi unjuk rasa yang digelar oleh berbagai kesatuan aksi mahasiswa dan aktivis organisasi masyarakat kadang berkembang menjadi tindakan anarkis yang mengganggu situasi kamtibmas. Apabila sudah terjadi unjuk rasa anarkis dengan adanya pengrusakan fasilitas umum banyak pihak yang menyesalkan sikap aparat pengamanan yang sangat represif terhadap mahasiswa dan pengunjuk rasa maupun terhadap mahasiswa dan pengunjuk rasa. Aparat pengamanan seharusnya bisa bertindak lebih lunak dan lebih manusiawi sehingga tidak menimbulkan korban di kalangan mahasiswa dan pengunjuk rasa yang membahayakan jiwa.
Atang S
Lahir dan dibesarkan di sebelah selatan kaki Gunung Ciremai, Kuningan - Jawa Barat.

Related Posts

2 comments

Anonymous said…
Trims
Anonymous said…
Akhirnya ketemu. Assa
Subscribe Our Newsletter