-->

Ads 720 x 90

Fiksioner Free Blogger Theme Download

Polwan, Isu Gender dan Citra Polisi


Oleh:
Atang Setiawan


Polwan dan Isu Gender
Berdasarkan jabaran teori tugas dan fungsi, peran petugas wanita seperti Polwan, Jaksa Wanita, Hakim Wanita dalam Sistem Peradilan Pidana merupakan bagian integral dari institusi tersebut. Sebagai contoh bukti, pada institusi Polri, Polwan merupakan bagian kekuatan pelaksanaan tugas dan fungsi Polri sebagai alat penegak hukum, pengayom dalam memberikan perlindungan dan pelayanan kepada masyarakat, membina dan mewujudkan kamtibmas, serta melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dengan demikian, sejatinya kini, peran polisi wanita pada institusi Polri haruslah sudah teroptimalkan dengan pemberian fungsi dan peran yang optimal pula.
Semua menjadi harapan semua pihak. Betapa tidak, sampai kini, penghormatan terhadap petugas wanita tampak belum optimal, meski derajat "diskriminasi" tampak mulai berkurang. Sebagai aset yang potensial untuk ditugaskan dalam segala bidang garapan, peran petugas wanita masihlah dikesampingkan. Peran petugas wanita masih cenderung minim dan terbatas pada bidang-bidang tertentu. Paling-paling, yang diusungkan ke pundak mereka adalah tugas yang identik dengan dunia kewanitaan, seperti bidang pembinaan masyarakat, pendidikan dan latihan, serta tata usaha atau administrasi. Realitas serupa itulah yang menjadi bukti jika peran petugas wanita masih sebatas pendukung atau pelengkap petugas pria.
Meskipun saat ini telah ada beberapa petugas wanita yang menduduki jabatan tertentu seperti menjadi Kepala Polsek dan Kepala Polres, bahkan Kapolda, Kepala Kejaksaan, Kepala Pengadilan Negeri, maupun Kepala Lembaga Pemasyarakatan, namun hal itu belum mumpuni menjadi penanda optimalnya penghormatan terhadap gender pada Sistem Peradilan Pidana.
Adalah sebuah keharusan untuk memenuhi kebutuhan tersebut seiring dengan makin kompleksnya tuntutan tugas. Ternyata, keberadaan petugas Polwan mampu menjadi harapan dalam memperbaiki citra Polri. Sebagai contoh, diakui atau tidak, tampilnya Polwan di lapangan sedikit banyak mampu meredam cibiran masyarakat terhadap Polri. Kesabaran, ketelatenan, dan ketidakkerasannya (meski bisa tetap bersikap tegas terhadap para pelanggar hukum), setidaknya telah memberi warna tersendiri dalam kehidupan Polri. Karena fakta itulah, sekarang ini tidak ada pilihan kecuali harus mengoptimalkan peran polwan dalam pelaksanaan tugas dan fungsi Polri. Polwan jangan hanya sekadar pelengkap atau pendukung, tetapi harus ditampilkan sebagai pelayan terdepan dalam berbagai bidang tugas atau fungsi Polri.
Menjadi seorang Polwan bukanlah tanpa masalah, mereka terpaksa dihadapkan kepada dua hal yang sama penting dan beratnya, keberhasilan sebagai polisi dan kesuksesan membina rumah tangga. Pasalnya, kodrat Polwan sebagai seorang wanita adalah menjadi pendorong bagi suami serta ibu bagi anak-anaknya. Semangat untuk berprestasi dan kesuksesan untuk mencapai karier di kepolisian harus pula diikuti keberhasilan dalam membina kehidupan rumah tangga. Sebagai bagian integral Polri, mereka harus tetap mampu meningkatkan profesionalisme. Bahkan, diharapkan mampu menjadi idola masyarakat di mana pun berada, baik di rumah dengan tetangga maupun saat berada di lapangan tugas. Apalagi saat ini polwan mendapat kesempatan yang luas untuk menduduki jabatan strategis, semacam Kapolsek, Kapolres bahkan Kapolda. Tentunya ketika jabatan strategis itu diusungkan ke pundak, semakin beratlah masalah yang kemudian harus dipecahkan.
Seiring perjalanan waktu, ternyata ketika bertugas di lapangan, Polwan mendapat tempat di hati masyarakat. Pasalnya, sebagai institusi, polisi tidak hanya diharapkan berfungsi sebagai "matahari" dalam menegakkan hukum. Terkadang, polisi juga diharapkan menjadi semilir angin, bahkan menjadi gemericik air dalam bertugas.

Dalam keseharian pun, jarang sekali ada oknum Polwan yang nakal terkuak ke permukaan kasusnya. Biasanya yang terkuak adalah ulah oknum polisi pria yang memang mendominasi kecurangan oknum anggota Polri. Di samping tidak banyak oknum Polwan yang nakal, masyarakat pun juga segan manakala harus bertindak curang dengan oknum Polwan. Karena itulah kebijakan untuk memunculkan Polwan dalam hal-hal tertentu untuk berhadapan dengan masyarakat, adalah pas dan positif. Apalagi peran Polwan yang simpatik dan menarik telah dimunculkan, setidaknya hal itu mampu melahirkan suatu dorongan dan kesadaran untuk patuh dan taat pada hukum, yang tentunya juga mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi Polri guna mewujudkan kamtibmas.
Dalam hal kepemimpinan unit kerja atau lembaga di dalam kepolisian, Polwan harus lebih banyak lagi diberi kesempatan. Diakui atau tidak, pemberian kesempatan tersebut di samping akan lebih menunjukkan penghormatan terhadap gender di lingkungan Polri, sedikit banyak diharapkan juga akan mengurangi stigma negatif dan menekan munculnya tindak kecurangan di lingkungan Polri. Ini tidak lepas dari adanya keharusan memiliki rasa malu dan tabu untuk bertindak curang pada diri Polwan. Polwan juga harus memiliki rasa malu ketika membiarkan kecurangan terjadi.
Guna mendukung penghormatan terhadap gender, pihak Polri pun harus lebih banyak memberi kesempatan kepada masyarakat untuk menjadi Polwan. Sedangkan bagi para Polwan, sumber daya manusia (SDM)-nyapun juga harus dikembangkan secara lebih optimal, baik oleh diri sendiri maupun melalui institusi. Jangan sampai SDM-nya tidak berkembang karena kebijakan yang tidak bijaksana dari pimpinan institusi.

Polwan dan Citra Polri
Dalam menghadapi berbagai permasalahan terjadi di tengah masyarakat sebagai tugas pokoknya, pendekatan dengan kekerasan atau yang berkenaan dengan fisik tidak lagi menjadi hal yang relevan. Hal tersebut disadari oleh institusi Sistem Peradilan Pidana termasuk Polri di dalamnya. Citra polisi yang galak, dengan kumis yang melintang, suara bariton tidak lagi menjadi pilihan dalam menghadapi tantangan tugasnya. Kesulitan merubah prilaku dan budaya di internal Polri dalam waktu cepat membuat institusi Polri akhirnya menemukan formula bagi pendekatan kepada masyarakat seputar penanganan permasalahan yang dihadapi. Bagaimanapun peran Polwan, yang di masa lalu dianggap kurang diberdayakan dan hanya berkutat di belakang meja sebagai tenaga staf, kini mulai dipasang menjadi garda terdepan bagi pemulihan dan perbaikan citra Polri di masa lalu, yang kurang baik. Bahkan disadari bahwa Polwan kemudian menjadi salah satu kunci bagi perbaikan citra Polri dan Reformasi Polri yang tengah berlangsung. Meski dalam praktik operasionalnya masih perlu ditingkatkan kembali. Tidak hanya sekedar menjadi pelengkap bagi kerja-kerja anggota Polri yang lain, tapi menjadi satu faktor penentu hitam putihnya citra Polri di masa yang akan datang.
Titik krusial bagi Polwan dalam mengawal Polri dan terus membangun citra positif bagi kinerja Polri ada pada sejauh mana efektifitas kinerja Polwan. Perlu perluasan kerja dan tanggung jawab yang lebih dari sekedar menjadi terdepan dalam pembangunan citra Polri. Pentingnya perluasan wewenang dan tanggung jawab diberikan Polwan karena harus disadari bahwa Polri tidak lagi sekedar menampilkan satu kinerja profesionalisme, tetapi juga penampilan yang menentramkan. Dan sebagai salah satunya terwakili dengan efektifitas kinerja Polwan di lapangan.
Melihat realitas di lapangan, maka mewujudkan Polwan sebagai bagian pembangunan citra Polri. Dibutuhkan langkah-langkah agar Polwan mampu menjalankan tugasnya dapat seirama dengan Reformasi Polri dan pembangunan citra Polri yang baik di masyarakat. Adapun langkah-langkah strategis tersebut adalah:
Pertama, kebijakan untuk membuka seluas-luasnya penerimaan Polwan dalam berbagai strata, baik lewat Akpol, Perwira Karier, ataupun jenjang di bawahnya. Artinya keberadaan Polwan tidak lagi sekedar menjadi pelengkap dalam setiap penerimaan anggota Polri, tapi harus disesuaikan dengan rasio penduduk Indonesia.
Kedua, membuka secara bertahap berbagai jabatan strategis di lingkungan Polri kepada Polwan. Sebab, biar bagaimanapun Polwan berhak untuk mendapatkan kesempatan yang sama dengan koleganya yang lain. Dengan begitu, akan ada kompetisi yang sehat antar berbagai kesatuan dan unit yang ada di lingkungan Polri.
Ketiga, mengembangkan organisasi Polwan agar menjadi organisasi yang secara kelembagaan siap dengan berbagai tantangan yang akan dihadapi. Hal ini juga penting untuk ditegaskan agar Polwan juga secara kelembagaan akan mengembangkan personal yang siap dan tanggap dengan berbagai ancaman dan tantangan di masyarakat, dengan berpedoman pada upaya perbaikan citra Polri.
Dan tentu saja, langkah-langkah strategis tersebut membutuhkan kesadaran bahwa mengembangkan Polwan merupakan suatu kebutuhan mendesak bagi Polri, agar Polri sebagai institusi, mampu menjalankan berbagai tanggung jawabnya dengan baik. Dan Polwan menjadi salah satu bagian yang mensukseskannya. Dirgahayu Polwan, 1 September 2008!

Jakarta, 2 September 2008
Atang S
Lahir dan dibesarkan di sebelah selatan kaki Gunung Ciremai, Kuningan - Jawa Barat.

Related Posts

2 comments

Anonymous said…
pOLANTAS ITU BAJINGAN... SUKA MERAS DUIT MASYARAKAT TAIK TU POLANTAS
Anonymous said…
Terima kasih. Sangat menginspirasi :)
Subscribe Our Newsletter