-->

Ads 720 x 90

Fiksioner Free Blogger Theme Download

Penegakkan Hukum Cyber Crime


Oleh:
Atang Setiawan


Pendahuluan.

Sebutan jaman serba komputer memang tidak salah. Mulai dari mengetik dokumen, mencari informasi di Internet, melakukan testing simulasi, melakukan pemeriksaan kesehatan, sampai dengan tindakan kriminal, penipuan dan terorisme mau tidak mau juga harus mengandalkan bantuan komputer. Perkembangan ini bagai dua mata pedang tajam, ada sisi baik ada juga sisi buruknya.

Perkembangan komputer ternyata tidak hanya menolong manusia dalam melakukan pekerjaan yang baik-baik saja, namun juga sangat membantu dalam melakukan berbagai kejahatan baru. Tapi jangan takut karena kejahatan jenis ini juga bisa meninggalkan jejak yang sangat membantu para penyidik cyber crime. Dengan menggunakan bantuan komputer, kejahatan menjadi semakin mudah, cepat, leluasa dan semakin instan untuk dilakukan. Selain menggunakan kecanggihan dan keakuratan komputer dalam mengolah dan memanipulasi data.

Dunia Internet merupakan media yang “nyaman” untuk melakukan kejahatan. Tidak banyak orang yang tahu apa yang sedang terjadi dalam Internet, apa dan siapa yang bertransaksi menggunakan Internet, para “penduduknya” tidak kasat mata, tidak ada identitas yang jelas bagi penggunanya, belum ada standar hukum dan aturan yang jelas di dalamnya, belum ada polisi yang berpatroli dan segudang ketidakpastian lainnya. Ini menjadikan Internet bagaikan hutan belantara yang membuat orang bisa berbuat apa saja di dalamnya.

Kejahatanpun mendapat tempat yang spesial di sini. Mulai dari penipuan sederhana sampai yang sangat merugikan, ancaman terhadap seseorang atau kelompok, penjualan barang-barang ilegal, sampai tindakan terorisme yang menewaskan ribuan orang juga bisa dilakukan menggunakan komputer dan Internet. Melihat semakin meningkatnya kejahatan di internet dan dunia komputer, mulai banyak praktisi maupun akademisi melakukan penelitian tentang cyber crime terkait dengan korban, pelaku, modus operandi maupun penanggulangannya.

Kemajuan Teknologi Informasi; Manfaat dan Dampaknya.

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah mengubah perilaku dan peradaban manusia secara global ke arah yang lebih kompleks. Pada era globalisasi seperti sekarang ini, setiap orang atau instansi tidak terlepas dari penggunaan komputer. Hingga ke pelosok desa sekalipun sudah ada yang menggunakan teknologi komputer. Selain itu perkembangan teknologi informasi dan komunikasi tersebut telah menyebabkan pengembaraan di dunia ini menjadi bebas dan tanpa batas, sehingga telah menyebabkan perubahan sosial secara signifikan yang berlangsung dengan cepat. Begitu pesatnya perubahan masyarakat akibat berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi, sehingga dunia telah diibaratkan seperti mengekrut. Bermacam-macam peristiwa, termasuk kejahatan, dari berbagai belahan bumi, gambar dan beritanya dapat dihadirkan seketika, bahkan ada yang dapat disajikan secara real time.[1] Melalui globalisasi informasi yang sudah memasuki rumah, sekolah maupun institusi agama, kita diseret menjadi pengakses dan penikmat berbagai bentuk informasi revolusi kultural di negara-negara atau bangsa-bangsa lain di muka bumi.[2]

Kemajuan internet menjadikan dunia seperti bebas dan tanpa ada batas. Hanya dengan menggunakan satu ”klik” saja, segala informasi yang dibutuhkan dapat dengan mudah dinikmati. Kemudahan ini menimbulkan dampak negatif dari internet, yakni membuka peluang munculnya tindakan antisosial dan tindakan kriminal yang selama ini mungkin tidak terbayangkan. Banyak yang beranggapan bahwa dunia tanpa batas dan penuh kebebasan tersebut seakan tidak ada aturan, padahal apabila ditelaah lebih jauh, setiap aspek dan sendi kehidupan manusia tetap ada aspek hukum di dalamnya, termasuk juga dunia cyber.

Selain memberikan manfaat, tingginya tingkat penggunaan teknologi informasi dan komunikasi telah memberikan akibat berupa ancaman terhadap eksistensi karya cipta yang diciptakan oleh para penemu Hak Kekayaan Intelektual. Karya-karya intelektual yang berupa program komputer dan obyek hak cipta yang ada di media internet dengan sangat mudah dilanggar, dimodifikasi dan digandakan, sehingga menyebabkan terjadinya perbuatan persaingan yang tidak sehat maupun penyesatan informasi. Karena itu, kejahatanpun mengikuti dan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi tersebut. Tidak berlebihan jika pakar kriminologi menyebutkan, bahwa kejahatan itu merupakan deskripsi perkembangan masyarakat. Begitu masyarakat berhasil memproduk kemajuan teknologi, maka seiring dengan itu, masyarakat juga menerima dampak negatif berupa kemajuan di bidang kejahatan. Kejahatan seolah berkejaran dengan kemajuan masyarakat. Bahkan dalam beberapa hal, kejahatan seringkali lebih maju dibandingkan kenyataan yang dicapai oleh masyarakat.

Cyber Crime, Sebuah Tipologi Kejahatan Baru.

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, selain telah memberikan sumbangan bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan dan peradaban hidup manusia, juga menjadi sarana yang lebih efektif bagi sebagian orang atau kelompok orang dalam memanfaatkannya untuk melawan hukum atau melakukan kejahatan, sehingga menghasilkan tindakan yang merugikan masyarakat dan telah menghasilkan konsep “Cyber crime”. Cyber crime adalah kejahatan yang memanfaatkan teknologi komputer dan informasi.[3] Sedangkan menurut Kepolisian Inggris, cyber crime adalah segala macam penggunaan jaringan komputer untuk tujuan kriminal dan atau kriminal berteknologi tinggi dengan menggunakan kemudahan teknologi digital.[4] Menurut Barua dan Dayal (2001) cyber crime pada dasarnya adalah kejahatan lama (konvensional) tetapi menggunakan teknologi baru.[5]

Menurut Muhammad Mustofa (2007), bentuk-bentuk kejahatan yang masuk kategori cyber crime, antara lain :

NO

BENTUK KEJAHATAN

KEJAHATAN BARU

KEJAHATAN LAMA (MENURUT HUKUM PIDANA)

1.

Carding

Penyalahgunaan nomor kartu kredit orang lain untuk membeli barang melalui situs internet (web site)

Pemalsuan atau penipuan

2.

Hacking

Memasuki situs milik orang lain melalui internet dengan tujuan untuk menunjukkan bahwa teknik pengamanan yang dibuat oleh pemilik situs dapat ditembus.

Memasuki wilayah pribadi orang lain tanpa ijin

3.

Cracking

Serupa dengan Hacking, tetapi ketika berhasil masuk ke program orang lain, penyusup ini melakukan perubahan terhadap program yang dimasuki atau bahkan merusaknya.

Pengrusakan milik orang lain

4.

Spaming

Mengirim surat elektronik (e-mail) kepada alamat e-mail orang lain yang tidak diperlukan oleh penerima surat dan tidak mengenal atau tidak memiliki hubungan apapun dengan pengirim. E-mail yang dikirim Bisa berupa barang dan jasa, termasuk pornografi.

Perbuatan tidak menyenangkan.

5.

Cyber stalking

E-mail yang dikirim berupa kata-kata yang menista atau ancaman bagu penerima surat.

Ancaman

Selain bentuk kehahatan tersebut di atas, teknologi informasi melalui layanan internet dapat dimanfaatkan untuk melakukan kejahatan peredaran pornografi, pembajakan hak cipta dan sebagainya. Kenyataan ini akan menjadi permasalahan kompleks yang sangat sulit untuk dipecahkan, karena selain perbuatan melawan hukum tersebut dilakukan oleh para pelaku kejahatan yang menggunakan sarana teknologi informasi dan komunikasi yang canggih serta sulit dilacak keberadaannya bahkan seringkali dilakukan oleh pelaku dari luar wilayah Indonesia atau sebaliknya. Pelakunya berada di Indonesia tetapi modusnya terjai di luar Indonesia yang menyebabkan pembuktiannya menjadi lebih sulit jika dibandingkan dengan perbuatan melawan hukum biasa meskipun pelakunya tertangkap.[6] Sehingga perbuatan melawan hukum dalam dunia cyber sangat tidak mudah diatasi dengan mengandalkan hukum positif konvensional.

Dalam dunia cyber, pelaku pelanggaran seringkali menjadi sulit dijerat, karena hukum dan pengadilan di Indonesia tidak memiliki yurisdiksi terhadap pelaku dan perbuatan hukum yang terjadi, mengingat perbuatan pelanggaran hukum tersebut bersifat transnasional tetapi akibatnya justru memiliki implikasi hukum di Indonesia.[7] Oleh karena itu, untuk penanganan kasus-kasus cyber dibutuhkan suatu landasan hukum baru yang menggunakan pendekatan yang berbeda dengan hukum yang dibuat berdasarkan batas-batas wilayah, karena cyber crime tidak mengenal batas-batas wilayah. Akhirnya dunia maya mempunyai aturan main seperti dunia nyata dengan lahirnya Undang-Undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Undang-undang ini diharapkan dapat mampu menjawab permasalahan yang berkaitan kejahatan lewat internet, karena ini menyangkut juga masalah hak asasi orang lain. Ruang cyber merupakan suatu tempat yang hanya dibatasi oleh screen and passwords. Selain tidak mengenal batas-batas wilayah, kejahatan tersebut juga memiliki karakteristik yang khusus, sehingga dalam pengaturan dan penegakkan hukumnya pun tidak dapat menggunakan cara-cara maupun hukum tradisional dan harus diatur di dalam hukum tersendiri. Dengan munculnya bentuk kejahatan baru yang tidak saja memiliki sifat lintas batas juga berwujud dalam tindakan-tindakan virtual, seharusnya menyadarkan masyarakat maupun pembuat kebijakan akan perlunya perangkat hukum yang dapat digunakan sebagai landasan hukum dalam mengatasi kasus-kasus cyber crime.

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi pada umumnya memiliki keterkaitan yang signifikan dengan instrumen hukum. Karena itu, Indonesia sebagai bagian dari masyarakat internasional, regulasi hukum atau peraturan terkait dengan cyber menjadi bagian yang penting dalam sistem hukum, mengingat aktivitas penggunaan dan pelanggaran dalam dunia cyber semakin meningkat. Kejahatan dan pelanggaran hukum yang terjadi sebenarnya sama saja berupa pencurian, pornografi, pemalsuan, pencemaran, penghinaan, melawan hukum, pemaksaan, terorisme dan lain-lain. Perbedaannya hanya pada penggunaan medianya. Para pelaku cyber crime mempunyai ciri atau karakteristik khusus yang berhubungan dengan kemahirannya dalam mempergunakan komputer dengan teknologi informasinya. Demikian pula dengan korban cyber crime adalah individu dan lembaga bisnis maupun negara yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Oleh sebab itu cyber crime ditempatkan dalam dimensi khusus dari white collar crime (kejahatan kerah putih) karena sifat khusus dari kejahatan tersebut yang tidak mungkin dapat dilakukan oleh sembarang orang.[8] Perubahan kejahatan dari konvensional menjadi kejahatan model baru ini dengan memanfaatkan teknologi informasi tersebut, dapat dipahami, karena masyarakat berkembang terus dan semakin kompleksnya kehidupan masyarakat. Hal tersebut juga telah membuat celah terhadap lahirnya kejahatan model baru.

Dalam dunia teknologi informasi dan komunikasi yang berkembang dengan pesat, kejahatan akan memiliki dimensi khusus yang juga akan beraneka ragam bentuknya. Dunia kejahatan akan memasuki suatu kecenderungan atau arus besar, baik secara kualitas maupun kuantitasnya. Kejahatan yang selama ini tidak pernah ada, akan lahir seiring dengan perkembangan internet dalam teknologi informasi dan komunikasi. Hal tersebut terindikasi seiring dengan terjadinya perubahan besar yang berdampak pada bentuk-bentuk kejahatan yang akan semakin sulit untuk dilacak. Perubahan besar tersebut, misalnya; uang riil (kartal) berubah menjadi uang elektronik, alamat rumah atau kantor berubah menjadi e-mail dan homepage, rapat atau kampanye berubah menjadi telekonferensi, dompet sebagai alat penyimpan uang menjadi kartu kredit. Kerugian masyarakat akibat kemajuan teknologi pun jauh lebih besar bila dibandingkan dengan kejahatan konvensional seperti penodongan, perampokan, pencurian dan pencopetan. Kejahatan model baru tersebut pada masa sekarang maupun pada masa mendatang bisa lebih banyak dilakukan akibat sejumlah kondisi yang mendukung.[9]

Demikian pula penggunaan teknologi informasi dan komunikasi secara tak bijak bisa membuat penggunanya akan terjerat hukum. Teknologi pun bagaikan dua keping uang logam. Pada satu sisi bisa membawa kemajuan dan manfaat yang luar biasa bagi kehidupan manusia, pada sisi lain dapat menimbulkan kehancuran apabila kita tidak hati-hati dalam menggunakannya. Pilihan tergantung pada user teknologi tersebut. Karena itu bersikaplah yang bijak dalam menggunakan teknologi. Sadari bahwa setiap pelanggaran hukum walaupun pada dunia maya tetap memiliki konsekuensi hukum, sesuai peraturan yang berlaku.

Upaya Polisi Menghadapi Cyber Crime.

Pada akhirnya, dengan adanya kejahatan yang semakin canggih dan sulit dilacak, memerlukan penanganan secara khusus, hukum tidak akan bisa tegak dengan sendirinya tanpa adanya aparat penegak hukum seperti polisi yang bisa dan optimal menjembataninya, sehingga tugas polisi semakin berat. Untuk itu, polisi mau tidak mau harus menguasai dunia perangkat lunak ini. Menurut Nurfaizi (1998), cyber crime harus ditangani oleh cyber police. Cyber police merupakan polisi yang dilatih dan dibekali untuk menangani kasus segala tindak kriminal yang berkaitan dengan cyberspace. Cyber police berinteraksi secara aktif seperti, menggunakan internet untuk mencari informasi, mengadakan kontak dan diskusi, maupun memberikan pelayanan informasi masyarakat.

Kepentingan polisi dalam kedudukannya sebagai penyidik tindak pidana menggambarkan bahwa penegak hukum dalam konteks Criminal Justice System, polisi merupakan garda terdepan sebagai pintu gerbang utama dari aparat penegak hukum lainnya. Sebagai pintu utama dalam mengejawantahkan aturan-aturan hukum yang berisi huruf-huruf mati sangat menentukan proses penegakkan hukum selanjutnya menjadi hukum yang hidup untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum terhadap masyarakat.[10] Karena itu kedudukan polisi dalam Criminal Justice System merupakan ujung tombak proses peradilan tindak pidana. Selain itu kedudukan polisi merupakan ujung tombak perubahan sosial. Hukum merupakan sarana penting dalam rekayasa sosial, yang berarti bahwa setiap aturan hukum yang bertujuan memberi kepastian hukum dan keadilan dalam rangka penegakkan hukum. Polisi merupakan salah satu pilar yang penting, karena badan tersebut mempunyai peranan sangat penting dalam mewujudkan janji-janji hukum menjadi kenyataan.[11]

Hal tersebut menunjukkan bahwa peranan polisi dalam menegakkan hukum memiliki posisi yang sangat penting terkait dengan perannya yang berhubungan langsung dengan masyarakat maupun pelanggar hukum (penjahat). Pasal-pasal dalam hukum pidana hanya akan menjadi kenyataan, apabila ada badan yang melakukan mobilisasi hukum pidana itu. Orang yang telah melakukan kejahatan tidak akan dengan sendirinya menyerahkan dirinya untuk diproses melalui sistem peradilan pidana yang ada. Karena itu, harus ada suatu badan publik yang memulainya, dan itu pertama-tama dilakukan oleh polisi dengan melakukan penangkapan, penahanan dan penyidikan. Lembaga kepolisian merupakan lembaga pertama dalam sistem peradilan pidana yang diberi wewenang untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap peristiwa kejahatan. Berdasarkan kewenangannya polisi diperbolehkan untuk melakukan penangkapan dan penahanan terhadap orang yang dicurigai telah melakukan tindakan kejahatan.

Upaya penanganan cybercrime membutuhkan keseriusan semua pihak mengingat teknologi informasi khususnya internet telah dijadikan sebagai sarana untuk membangun masyarakat yang berbudaya informasi. Keberadaan undang-undang yang mengatur cybercrime memang diperlukan, akan tetapi apalah arti undang-undang jika pelaksana dari undang-undang tidak memiliki kemampuan atau keahlian dalam bidang itu dan masyarakat yang menjadi sasaran dari undang-undang tersebut tidak mendukung tercapainya tujuan pembentukan hukum tersebut.

Kini, undang-undang yang mengatur tentang informasi dan transaksi elektronik sudah disyahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat, tinggal penegak hukum bagaimana menerapkan dan menjerat para pelaku cyber crime, yang memang tidak mudah untuk menangkap dan menjeratnya. Karena cyber crime merupakan suatu kejahatan maya dengan kerugian nyata. Hukuman yang berat dan denda yang besar tidak akan membuat jera para pelaku cyber crime jika tidak ada tindakan tegas dari aparat penegak hukum.

Sebuah Pengungkapan Kasus Cyber Crime

Pada akhirnya, dengan adanya kejahatan yang semakin canggih dan sulit dilacak, memerlukan penanganan secara khusus, hukum tidak akan bisa tegak dengan sendirinya tanpa adanya aparat penegak hukum seperti polisi yang bisa dan optimal menjembataninya, sehingga tugas polisi semakin berat. Untuk itu, polisi mau tidak mau harus menguasai dunia perangkat lunak ini. Menurut Nurfaizi (1998), cyber crime harus ditangani oleh cyber police. Cyber police merupakan polisi yang dilatih dan dibekali untuk menangani kasus segala tindak kriminal yang berkaitan dengan cyberspace. Cyber police berinteraksi secara aktif seperti, menggunakan internet untuk mencari informasi, mengadakan kontak dan diskusi, maupun memberikan pelayanan informasi masyarakat.

Polisi telah berhasil mengungkap kasus kejahatan internet berupa tindak pidana pencurian dan penipuan melalui internet (cyber fraud) dengan tersangka Rizky Martin alias Steve Rass dan Texanto Salassa Tangdilallo alias Doni Michael. Kedua tersangka tersebut ditangkap Unit I Satt IV / Cyber Crime Dit Reskrimsus Polda Metro Jaya, pada hari Senin tanggal 24 Maret 2008. Modus operandi, kedua tersangka melakukan transaksi / membeli barang melalui internet yang pembayarannya menggunakan kartu kredit elektronik milik orang lain melalui Google Media tanpa sepengetahuan pemiliknya.

Dari kedua tersangka Sat Cyber Crime menyita barang bukti berupa :

1. Dari tersangka Rizky Martin alias Steve Rass berupa :

a. Satu buah helm merk Suomy Extreme bercorak dragon berwarna hijau.

b. Satu set tang jepit sepeda motor UK-835101 warna hitam 35 mm.

2. Dari tersangka Texanto Salassa Tangdilallo alias Doni Michael berupa :

a. Satu buah helm merk Suomy Extreme bercorak dragon berwarna merah.

b. Satu set tang jepit sepeda motor UK-841082 warna hitam 41 mm.

c. Satu buah gitas klasik merk Washburn warna coklat.

d. Satu buah kamera digital D.300 merk Nikon warna hitam.

Adapun korban dari tindak pidana penipuan melalui internet yang dilakukan kedua tersangka tersebut adalah seorang WN Amerika Serikat atas nama TIMOTHY WAYNE “TIM” TAMCSIN dengan alamat Invex Corp, 287 E. 6 th St St. Paul MN 55101, USA, dengan kerugian sebesar US $ 41.927,00,-. Untuk menindaklanjuti dengan meminta keterangan korban pada kasus tersebut, karena korban merupakan warga negara Amerika Serikat maka Polda Metro Jaya berdasarkan Surat Perintah Kapolda Metro Jaya No. Pol. : Sprin/ 429 / IV/2008 tanggal 4 April 2008 mengirimkan penyidiknya ke Amerika Serikat. Penyidikan tersebut dipimpin Kasat IV / Cyber Crime AKBP W. Tommy Watuliu, S.Sos, M.Si dengan penyidik pembantu Bripka Joko Waluyo dan Brigadir Ferry Maulana, berlangsung tanggal 16 April hingga 25 April 2008.

Selain melakukan pemeriksan terhadap saksi korban TIMOTHY WAYNE “TIM” TAMCSIN didampingi Agen FBI atas nama RUTH E. HOVEY di 111 Building Washington Ave South Suite 1100. lantai 11, Saint Paul, Minneapolis, MN, USA. 55401, juga penyidik diajak melakukan kunjungan Ke Kantor Pabrik Milik korban TIMOTHY WAYNE “TIM” TAMCSIN dengan alamat Invex Corp, 287 E. 6 th st St. Paul MN 5510. Setelah itu menuju Los Angeles (Duta Besar Indonesia yang berada di Los Angeles) untuk mensahkan keabsahan BAP saksi korban atas nama TIMOTHY WAYNE “TIM” TAMCSIN dan dokumen dokumen lainnya diantaranya surat-surat elektronik (e-mail) sebanyak 8 (delapan) halaman, 7 (tujuh) lembar Laporan Polisi Saint Paul Police Department, 2 (dua) lembar print out Track results summary dari DHL, 2 (dua) lembar Laporan transaksi kartu kredit dari Wells Fargo Bank dan Pay Pal Manager milik TIMOTHY WAYNE “TIM” TAMCSIN dan 1 (satu) lembar ringkasan penipuan dari Invex Corp yang ditanda tangani oleh TIMOTHY WAYNE “TIM” TAMCSIN.

Manfaat, Kendala dan Upaya

Kasus cyber crime merupakan salah satu transnasional crime. Jangkauan kejahatan transnasional dengan cepat meluas karena pengaruh globalisasi atau internasionalisasi. Kejahatan yang semula bersifat lokal dengan cepat menjadi ancaman global sebagai dampak revolusi teknologi komunikasi dan kemajuan transportasi.

Manfaat yang dapat diambil dari penanganan kasus transnasional crime seperti penangannan kasus cyber crime hingga ke Amerika Serikat merupakan sebuah pengalaman yang sangat berharga dalam pengungkapan sebuah kasus kejahatan. Di samping itu, manfaat lain yang dapat diambil adalah penyidik dapat mengetahui penanganan cyber crime di negara maju, penyidik atau anggota polisi dapat mengetahui cara kerja di bidang transnasional crime, mengerti tentang tata cara penyidikan di luar negeri, memahami pentingnya koordinasi dengan sesama polisi (penegak Hukum) antar negara.

Namun yang menjadi masalah adalah penggunaan anggaran yang cukup besar dalam melakukan penanganan kasus transnasional tersebut. Negara atau pemerintah belum dapat menganggarkan untuk penanganan perkara transnasional karena pelaku maupun korban yang berada di negara lain dengan jarak yang sangat jauh dan biaya perjalanan yang sangat besar. Kendala lainnya adalah tidak adanya persamaan persepsi penanganan kasus cyber crime antara penyidik, penuntut umum maupun hakim dalam memutus perkara tersebut. Sering bolak-baliknya berkas perkara dari penuntut umum ke penyidik kepolisian dalam perkara cyber crime menunjukkan kurangnya pemahaman penuntut umum terhadap kasus cyber crime atau kekurangjelian penyidik dalam melengkapi berkas perkara. Karena itu harus ada kesamaan persepsi terhadap penanganan perkara cyber crime antara criminal justice system. Cybercrime merupakan kejahatan dengan dimensi high-tech, dan aparat penegak hukum belum sepenuhnya memahami apa itu cybercrime. Dengan kata lain kondisi sumber daya manusia khususnya aparat penegak hukum masih lemah.

Dalam rangka meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan keterampilan penyidikan cyber crime, Polda Metro Jaya khususnya Dit Reskrimsus Polda Metro Jaya telah mengikutsertakan penyidik maupun penyidik pembantu untuk mengikuti pelatihan maupun seminar baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Adapun keikutsertaan anggota untuk mengikuti kursus Cyberlaw (Hukum Telematika) maupun seminar di bidang Information Technology baik di dalam maupun di luar negeri antara lain :

a. Menyiapkan dan membentuk team penyidik tindak pidana pencucian uang (Money Laundring), penyidikan terhadap penyelenggara situs porno.

b. Mengikutsertakan anggota untuk mengikuti kursus Cyberlaw (Hukum Telematika) maupun seminar di bidang Information Technology baik di dalam maupun di luar negeri

c. Mengirimkan peserta Pelatihan Komputer Forensik di Jakarta Centre for Law Enforcement Cooperation di Akademi Kepolisian – Semarang.

d. Mengirimkan peserta dalam rangka Working Meeting on Interpol Operation SOGA Wave II dan Interpol Training Workshop on Illegal Soccer Gambling Investigation di Singapura.

e. Mengirimkan peserta dalam rangka The 7th Interpol Train The Trainer Workshop on Information Technology Crime Investigation for Asia Pacific yang dilaksanakan di Bangkok,

Referensi:

Abdul Wahid dan Mohammad Labib: Kejahatan Mayantara (Cyber Crime). Bandung: PT Refika Aditama, 2005.

Ahmad M. Ramli: Cyber Law dan HAKI dalam Sistem Hukum Indonesia. Bandung: PT Refika Aditama, 2004.

Alfons Loemau, Ekawati Kristianingsih dan Aron Siahaan. Penegakan Hukum oleh Polri. Jakarta: PTIK Press dan Restu Agung, 2005.

Muhammad Mustofa: Kriminologi; Kajian Sosiologi terhadap Kriminalitas, Perilaku Menyimpang dan Pelanggaran Hukum. UI Depok: Fisip UI Press, 2007.

Nurfaizi: Megatrend Kriminalitas. Jakarta: Penerbit Jakarta Citra, 1998.

Tb. Ronny Rahman Nitibaskara: Tegakkan Hukum Gunakan Hukum. Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2006.

Satjipto Rahardjo. Membangun Polisi Sipil: Perspektif Hukum, Sosial dan Kemasyarakatan. Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2007.

Jakarta, 23 Juni 2008



[1] Tb. Ronny Rahman Nitibaskara: Tegakkan Hukum Gunakan Hukum. Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2006. Hal. 226.

[2] Abdul Wahid dan Mohammad Labib: Kejahatan Mayantara (Cyber Crime). Bandung: PT Refika Aditama, 2005. Hal. 2.

[3] Muhammad Mustofa: Kriminologi; Kajian Sosiologi terhadap Kriminalitas, Perilaku Menyimpang dan Pelanggaran Hukum. UI Depok: Fisip UI Press, 2007. Hal. 136-137.

[4] Abdul Wahid dan Mohammad Labib. Opcit. Hal 2.

[5] Muhammad Mustofa. Ibid. Hal 137.

[6] Ahmad M. Ramli: Cyber Law dan HAKI dalam Sistem Hukum Indonesia. Bandung: PT Refika Aditama, 2004. Hal. 5.

[7] Ahmad M. Ramli: Ibid. Hal 19.

[8] Muhammad Mustofa. Opcit. Hal 138.

[9] Nurfaizi: Megatrend Kriminalitas. Jakarta: Penerbit Jakarta Citra, 1998. Hal. 75.

[10] Alfons Loemau, Ekawati Kristianingsih dan Aron Siahaan. Penegakan Hukum oleh Polri. Jakarta: PTIK Press dan Restu Agung, 2005. Hal 90.

[11] Satjipto Rahardjo. Membangun Polisi Sipil: Perspektif Hukum, Sosial dan Kemasyarakatan. Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2007. Hal. xxv.

Atang S
Lahir dan dibesarkan di sebelah selatan kaki Gunung Ciremai, Kuningan - Jawa Barat.

Related Posts

1 comment

Anonymous said…
ulasan "aturan tindak pidana dalam uu pornografi dan uu ite tentang informasi elektronik bermuatan pornografi" dapat disimak pada : www.ronny-hukum.blogspot.com
Subscribe Our Newsletter