-->

Ads 720 x 90

Fiksioner Free Blogger Theme Download

Bukti Digital, Kunci Penguak Cyber Crime


Oleh:
Atang Setiawan


Perkembangan komputer ternyata tidak hanya menolong manusia dalam melakukan pekerjaan yang baik-baik saja, namun juga sangat membantu dalam melakukan berbagai kejahatan baru. Tapi jangan takut karena kejahatan jenis ini juga bisa meninggalkan jejak yang sangat membantu para penyidik.
Julukan jaman serba komputer bagi era ini memang tidak salah. Mulai dari mengetik dokumen, mencari informasi di Internet, sampai dengan tindakan kriminal, penipuan dan terorisme mau tidak mau juga harus mengandalkan bantuan komputer. Perkembangan ini bagai dua mata pedang tajam, ada sisi baik ada juga sisi buruknya. Begitu pesatnya perubahan masyarakat akibat berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi, sehingga dunia telah diibaratkan seperti mengekrut. Bermacam-macam peristiwa, termasuk kejahatan, dari berbagai belahan bumi, gambar dan beritanya dapat dihadirkan seketika, bahkan ada yang dapat disajikan secara real time (Tb. Ronny Rahman Nitibaskara, 2006: 226). Melalui globalisasi informasi yang sudah memasuki rumah, sekolah maupun institusi agama, kita diseret menjadi pengakses dan penikmat berbagai bentuk informasi revolusi kultural di negara-negara atau bangsa-bangsa lain di muka bumi (Abdul Wahid dan Mohammad Labib, 2005: 2).
Sisi baiknya, pekerjaan Anda menjadi sangat terbantu dengan adanya sistem komputer dimana-mana. Revolusi pekerjaan mungkin saja akan terjadi nanti, di mana semua pekerjaan manusia dilakukan dan diselesaikan oleh komputer. Namun yang menjadi salah satu dari cukup banyak dampak buruknya, bagai api di siram minyak, kejahatan mendapatkan media baru untuk bekerja. Dengan menggunakan bantuan komputer, kejahatan menjadi semakin mudah, cepat, leluasa dan semakin instan untuk dilakukan. Selain menggunakan kecanggihan dan keakuratan komputer dalam mengolah dan memanipulasi data, kejahatan juga memiliki media komunikasi publik baru untuk bekerja, yaitu Internet.
Dunia Internet merupakan media yang “nyaman” untuk melakukan kejahatan. Tidak banyak orang yang tahu apa yang sedang terjadi dalam Internet, apa dan siapa yang bertransaksi menggunakan Internet, para “penduduknya” tidak kasat mata, tidak ada identitas yang jelas bagi penggunanya, belum ada standar hukum dan aturan yang jelas di dalamnya, belum ada polisi yang berpatroli dan segudang ketidakpastian lainnya. Ini menjadikan Internet bagaikan hutan belantara yang membuat orang bisa berbuat apa saja di dalamnya. Kejahatanpun mendapat tempat yang spesial di sini. Mulai dari penipuan sederhana sampai yang sangat merugikan, ancaman terhadap seseorang atau kelompok, penjualan barang-barang ilegal, sampai tindakan terorisme yang menewaskan ribuan orang juga bisa dilakukan menggunakan komputer dan Internet.
Melihat semakin meningkatnya kejahatan di internet dan dunia komputer, mulai banyak negara yang merespon hal ini. Dengan membuat pusat-pusat pengawasan dan penyidikan kriminalitas di dunia cyber ini diharapkan kejahatan cyber tidak akan terus berkembang merajalela tak terkendali. Yang kemudian menjadi pertanyaan adalah, apa yang bisa diselidiki dari dunia internet dan komputer? Jika memang seseorang melakukan kejahatan, mana buktinya? Mana saksinya? Bukti dalam wujud fisik memang sulit untuk didapatkan dalam tindakan kejahatan cyber, namun para penyidik masih bisa membuktikan mereka bersalah atau tidak dengan bantuan bukti-bukti lain yang tidak kalah kuatnya, yaitu bukti-bukti digital.

Kejahatan Digital
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, selain telah memberikan sumbangan bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan dan peradaban hidup manusia, juga menjadi sarana yang lebih efektif bagi sebagian orang atau kelompok orang dalam memanfaatkannya untuk melawan hukum atau melakukan kejahatan, sehingga menghasilkan tindakan yang merugikan masyarakat dan telah menghasilkan konsep “Cyber crime”. Cyber crime adalah kejahatan yang memanfaatkan teknologi komputer dan informasi (Muhammad Mustofa, 2007: 136-137). Sedangkan menurut Kepolisian Inggris, cyber crime adalah segala macam penggunaan jaringan komputer untuk tujuan kriminal dan atau kriminal berteknologi tinggi dengan menggunakan kemudahan teknologi digital (Abdul Wahid dan Mohammad Labib, 2005: 2). Sedangkan menurut Barua dan Dayal (2001) cyber crime pada dasarnya adalah kejahatan lama (konvensional) tetapi menggunakan teknologi baru (Muhammad Mustofa, 2007: 137).
Cyber crime atau kejahatan digital merupakan sesuatu tindakan yang merugikan orang lain atau pihak-pihak tertentu yang dilakukan pada media digital atau dengan bantuan perangkat-perangkat digital. Tindakan, perilaku, perbuatan yang termasuk dalam kategori kejahatan digital atau Cyber crime antara lain sebagai berikut:
a. Penipuan finansial melalui perangkat komputer dan media komunikasi digital.
b. Sabotase terhadap perangkat-perangkat digital, data-data milik orang lain, dan jaringan komunikasi data.
c. Pencurian informasi pribadi seseorang maupun organisasi tertentu.
Penetrasi terhadap sistem komputer dan jaringan sehingga menyebabkan privasi terganggu atau gangguan pada fungsi komputer yang Anda gunakan (denial of service).
d. Para pengguna internal sebuah organisasi melakukan akses-akses ke server tertentu atau ke internet yang tidak diijinkan oleh peraturan organisasi.
e. Menyebarkan virus, worm, backdoor, trojan pada perangkat komputer sebuah organisasi yang mengakibatkan terbukanya akses-akses bagi orang-orang yang tidak berhak.

Kejahatan-kejahatan digital ini sudah pasti memanfaatkan perangkat dan media digital dalam bekerja. Jadi bukti-bukti digital sudah pasti akan dihasilkan dari proses kejahatan ini. Tetapi bagaimana dengan kejahatan fisikal yang menggunakan bantuan perangkat dan media komunikasi digital? Tentu saja jika kejahatannya sudah berhubungan dengan perangkat digital, bukti kejahatannya tentu bisa saja tertinggal dalam format digital.
Sebuah tindakan kejahatan baik yang tidak direncanakan maupun yang direncanakan, pastilah menjalani sebuah proses. Proses kejahatan yang dilakukan oleh tersangka terhadap korbannya untuk menuju sebuah hasil akhir kejahatan, tentu akan banyak berhubungan dan mengandalkan bantuan dari berbagai aspek pendukung. Di dalam interaksi antara korban, tersangka dan aspek pendukung, terjadi apa yang sering disebut pertukaran. Tersangka, korban, dan aspek pendukung saling melakukan pertukaran atribut yang merupakan ciri khas atau identitas masing-masing dalam sebuah proses kejahatan. Dari atribut-atribut khas yang terekam inilah proses berlangsungnya kejahatan sering kali dapat tergambar dengan sangat jelas.
Melalui penyelidikan terhadap semua atribut yang saling tertukar tersebut para penyidik dapat mengetahui siapa pelaku kejahatan, siapa korbannya, dan aspek-aspek apa saja yang digunakan dalam prosesnya. Atribut atau identitas apa saja yang terekam dan tertukar dalam sebuah proses kejahatan inilah yang disebut dengan bukti kejahatan. Tindakan kejahatan tradisional umumnya meninggalkan bukti kejahatan berupa bukti-bukti fisikal, karena proses dan hasil kejahatan ini biasanya juga berhubungan dengan benda berwujud nyata. Dalam dunia komputer dan internet, tindakan kejahatan juga akan melalui proses yang sama. Proses kejahatan yang dilakukan tersangka terhadap korbannya juga akan mengandalkan bantuan aspek pendukung dan juga akan saling melakukan pertukaran atribut.
Namun dalam kasus ini aspek pendukung, media, dan atribut khas para pelakunya adalah semua yang berhubungan dengan sistem komputerisasi dan komunikasi digital. Atribut-atribut khas serta identitas dalam sebuah proses kejahatan dalam dunia komputer dan internet inilah yang disebut dengan bukti-bukti digital.

Bukti Digtal Dan Fisikal
Bukti fisikal merupakan bukti yang berwujud fisik dan nyata. Wujud yang nyata tentu dapat dilihat, dirasa, dan disentuh. Dengan demikian bukti ini dapat diselidiki dan dianalisa dengan proses-proses fisik biasa, seperti misalnya, dikenali bentuknya, diraba, dan banyak lagi. Misalnya sidik jari pada sebuah pisau milik pelaku pembunuhan. Dengan sedikit bantuan alat khusus, sidik jari ini dapat terlihat dengan mudah dan darah korban dapat dikenali dari pisau itu. Proses analisa selanjutnya menjadi relatif lebih mudah dilakukan.
Dalam dunia cyber, pelaku pelanggaran seringkali menjadi sulit dijerat, karena hukum dan pengadilan di Indonesia tidak memiliki yurisdiksi terhadap pelaku dan perbuatan hukum yang terjadi, mengingat perbuatan pelanggaran hukum tersebut bersifat transnasional tetapi akibatnya justru memiliki implikasi hukum di Indonesia (Ahmad M. Ramli, 2004: 19). Dalam dunia komputer dan internet, Anda memasuki dunia digital yang hanya terdiri dari pulsa-pulsa listrik dan kumpulan logika angka 0 dan 1. Dunia komunikasi dan proses yang jauh lebih “virtual” dan samar-samar. Identitas seorang individu sangatlah sulit untuk diketahui di dalam dunia digital ini karena sifatnya lebih global. Disini tidak ada sidik jari yang merupakan ciri khas dari setiap orang. Atau tidak ada darah yang dapat dianalisa. Namun meski demikian proses kejahatan di dalamnya bukannya tidak berbekas sama sekali. Proses komunikasi dan komputasi digital juga bisa menghasilkan atribut-atribut khas, yaitu “benda-benda digital”.
Pertukaran atribut khas juga terjadi di dalam proses kejahatan di dunia digital ini, meskipun wujudnya adalah berupa benda digital. Contoh benda-benda digital seperti misalnya sebuah file dokumen, log akses, email, medan elektromagnet pada piringan harddisk, alamat IP, dan banyak lagi. Benda-benda ini tidak bisa disentuh, diraba dan dirasa. Benda ini hanya bisa dilihat, diukur satuannya, dan diproses lebih lanjut juga dengan menggunakan komputer. Tetapi meskipun demikian bukti-bukti ini sangat penting dan cukup kuat untuk dapat membuktikan sebuah kejahatan.
Contoh sederhananya adalah sebuah e-commerce web server yang memiliki sistem logging setiap kali server tersebut diakses. Melalui log ini, semua orang yang mengakses server akan terekam dengan jelas keterangannya, biasanya berupa alamat IP, port-port komunikasi yang digunakan, aktifitasnya di dalam server tersebut, dan banyak lagi. Dari log ini dapat mengetahui alamat IP berapa yang melakukan “carding”. Kemudian dapat mencari ISP mana pemilik alamat IP ini. Setelah menghubungi ISP yang bersangkutan dan menyertakan bukti-bukti aktifitasnya, mungkin saja sudah dekat ke si pelaku. Itupun jika ia tidak “berkeliling dunia” dulu memanfaatkan celah-celah komputer orang lain untuk melakukan kejahatannya.

Apakah sulit untuk mendapatkan bukti digital?
Penyidikan dan bukti-bukti digital mempunyai sebuah problem dalam implementasinya, yaitu Complexity atau kekompleksan. Banyak sekali aspek yang mendukung terciptanya bukti digital, sehingga tidak mudah untuk mendapatkannya apalagi mengertinya. Bukti-bukti digital biasanya didapat dalam bentuk “data mentah”. Data mentah merupakan data yang belum diformat dan ditampilkan ke dalam bentuk yang dapat dibaca oleh mata dan pikiran manusia. Untuk itu tidaklah mudah bagi para penyidik untuk dapat langsung mengerti apa maksud dan isi dari bukti digital yang didapatnya.
Masalah ini biasanya bisa diselesaikan dengan menggunakan alat bantu penyidikan yang akan mengubah data mentah menjadi format yang lebih dapat dimengerti. Alat bantu ini biasanya akan menjalankan berbagai rutin dan algoritma untuk menerjemahkan data mentah menjadi sebuah format yang lebih manusiawi. Proses pengumpulan bukti digital memanglah tidak mudah.
Salah satu contoh tool yang termasuk cukup hebat yang ada saat ini adalah Encase, aplikasi keluaran Guidance Software. Tidak hanya dapat membaca data-data yang sudah terhapus, Encase juga dapat memberitahukan sistem-sistem yang belum di patch, menerima masukkan dari Intrusion Detection System untuk menyelidiki keanehan jaringan yang terjadi, merespon sebuah insiden keamanan, memonitoring pengaksesan sebuah file penting, dan banyak lagi.
Tidak hanya aplikasi saja yang berkembang, hardware-hardware khusus forensik juga banyak diciptakan. Salah satu tool yang paling penting dalam penyidikan digital adalah hard drive duplication system yang memiliki kemampuan mengopi seluruh isi sebuah harddisk tanpa mengubah detilnya. Mulai dari sistem operasi beserta registry-registrynya, file sistem dan partisi, deleted files (file-file yang sudah dihapus), free space, bahkan sisa-sisa data yang sudah di format.

Jangan Tergiur untuk Jahat!
Apa reaksi Anda ketika menemukan sebuah situs penuh dengan nomor kartu kredit orang lain yang dapat digunakan untuk belanja di Internet? Tergiur? Tentu sesaat pasti Anda tergiur juga dan mulai memikirkan bagaimana cara menghabiskan limit belanjanya. Jika ingin belanja barang bagaimana proses pengirimannya, bagaimana penamaannya dan sebagainya, pasti pernah juga terbersit di benak Anda.
Namun sebaiknya Anda berpikir lagi sesaat apakah Anda akan aman dari kejaran polisi? Apakah bukti-bukti kejahatan Anda ini tidak dapat terlacak oleh pihak berwajib? Jangan pernah berpikir Anda aman karena berada di internet, karena sebenarnya tidaklah sulit untuk menyodorkan sejumlah bukti-bukti digital terhadap kejahatan yang akan Anda lakukan. Pada edisi berikutnya akan ditunjukan beberapa teknik dan contoh bukti-bukti digital yang bisa didapat dari dunia komputer, jaringan komunikasi data, dan internet. Jadi jangan tergiur untuk berbuat jahat!
Referensi.
Abdul Wahid dan Mohammad Labib: Kejahatan Mayantara (Cyber Crime). Bandung: PT Refika Aditama, 2005.
Ahmad M. Ramli: Cyber Law dan HAKI dalam Sistem Hukum Indonesia. Bandung: PT Refika Aditama, 2004.
Muhammad Mustofa: Kriminologi; Kajian Sosiologi terhadap Kriminalitas, Perilaku Menyimpang dan Pelanggaran Hukum. UI Depok: Fisip UI Press, 2007.
Tb. Ronny Rahman Nitibaskara: Tegakkan Hukum Gunakan Hukum. Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2006.


Jakarta, 2 Agustus 2008
Atang S
Lahir dan dibesarkan di sebelah selatan kaki Gunung Ciremai, Kuningan - Jawa Barat.

Related Posts

Post a Comment

Subscribe Our Newsletter