-->

Ads 720 x 90

Fiksioner Free Blogger Theme Download

Momentum Pembersihan "Tubuh" POLRI


Komisaris Jenderal Polisi Susno Duadji adalah fenomena dalam lingkaran kekuasaan Kepolisian RI. Momen pemecatannya sebagai Kepala Badan Reserse Kriminal justru membuatnya begitu leluasa membongkar berbagai dugaan ketimpangan dan penyalahgunaan kekuasaan di tubuh Polri. Hal ini mengindikasikan bahwa Susno berikhtiar untuk membersihkan tubuh Polri dari lumuran kebusukan yang boleh jadi selama ini menjadi sebuah keniscayaan yang didiamkan secara korps. Susno adalah satu dari segelintir elite kekuasaan Polri yang berani menyuarakan gelora nuraninya yang mungkin terpenjara selama ia “dibonsai” dalam tubuh lembaga penegak hukum ini.

Buku Bukan Testimoni Susno secara gamblang menggambarkan betapa tubuh lembaga kepolisian kita dilumuri aneka dugaan praktek korupsi, kebohongan, dan tingkah jahat lainnya yang membuat agenda pemberantasan korupsi selama ini cuma sebatas pemanis bibir. Kronologi pengungkapan dugaan kejahatan di tubuh Polri, di antaranya, dugaan rekayasa dalam kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen yang melibatkan Wakil Kepala Bareskrim Irjen Hadiatmoko, beredarnya dokumen testimoni setebal 12 halaman tentang aneka kasus termasuk kasus Century, kriminalisasi pimpinan KPK, serta tudingan terhadap empat petinggi polisi sebagai makelar kasus perpajakan, membuktikan bahwa eksistensi lembaga Polri berada dalam situasi yang mengkhawatirkan (Koran Tempo, Sabtu, 20 Maret).

Terungkapnya kasus-kasus ini ke tengah publik merupakan argumen tak terbantahkan sekaligus momen legitimasi atas menurunnya tingkat kepercayaan rakyat terhadap lembaga penegak hukum di negeri ini. Publik boleh menduga bahwa penyelesaian sederet kasus korupsi yang merugikan negara miliaran rupiah selama ini ternyata tidak berjalan secara benar, adil, dan manusiawi. Masih ada udang di balik batu. Reformasi di tubuh Polri hanya retorika hampa untuk menarik simpati dan dukungan murahan yang tidak kritis dari rakyat.

Suara Susno menuai tanggapan dan serangan balik dari petinggi kepolisian republik ini. Sesuatu yang wajar dan lumrah, tentunya. Apalagi dibingkai dalam argumen negara demokrasi. Bantahan bahwa tidak ada makelar kasus di lembaga Polri tentu tidak mengejutkan publik. Masak, seseorang yang diduga pencuri dengan jujur mengaku di depan pers bahwa dia memang mencuri? Tetapi argumen bantahan ini tidaklah sesederhana untuk meyakinkan publik bahwa tudingan Susno itu tidak benar, apalagi menguatkan dugaan segelintir elite birokrasi bahwa tudingan itu sebuah mekanisme balas dendam pribadi Susno. Publik justru menuntut agar semua tudingan dugaan kejahatan di tubuh Polri ditanggapi secara arif melalui mekanisme jalur hukum yang benar, adil, dan transparan. Alangkah konyolnya bila Polri melaporkan Susno karena mencemarkan nama baik petinggi dan institusi Polri serta melemparkan serangan balik bahwa selama ini ada makelar kasus yang keluar-masuk ruang kerja Susno selama ia menjabat Kepala Bareskrim Polri (Koran Tempo, Sabtu, 20 Maret).

Dugaan penyelewengan dan penyalahgunaan kekuasaan di tubuh Polri merupakan masalah serius. Apalagi dugaan korupsi yang melibatkan petinggi Polri. Malah serangan balik Markas Besar Kepolisian terhadap tudingan Susno sekurang-kurangnya menyadarkan publik bahwa cahaya kebenaran itu semakin terang. Apalagi tudingan Susno itu telah diabadikan dalam buku. Ini sebuah tamparan keras bagi institusi penegak hukum kepolisian. Buku akan mengabadikan sejarah. Ia akan senantiasa mengingatkan publik republik ini dari generasi ke generasi bahwa ada ketidakberesan dalam tubuh sebuah lembaga yang selama ini berperan dalam menata kehidupan bangsa ini menuju sebuah masa depan yang benar, adil, dan bermartabat.

Publik berharap institusi Polri dengan tenang menanggapi semua tudingan ini melalui mekanisme hukum seperti yang selama ini dilakukan untuk semua warga negara. Tidak ada pengecualian. Tudingan adanya makelar kasus dan kasus-kasus korupsi serta penyalahgunaan kekuasaan mesti dijawab Polri dengan membuka semua kasus ini secara transparan di hadapan publik. Kepolisian dituntut berjiwa besar menyelesaikan semua dugaan kejahatan itu meskipun pelakunya adalah anggota Polri, bahkan para pemimpin elite Polri. Hal ini akan menumbuhkan kepercayaan dan rasa memiliki publik terhadap kepolisian. Transparansi penyelesaian semua dugaan tersebut juga merupakan argumen rasional terhadap publik bahwa institusi kepolisian benar-benar menjalankan amanah reformasi yang radikal. Bahkan, bila perlu, dugaan keterlibatan Susno dalam kasus-kasus korupsi dan makelar kasus pun dibuka agar publik bisa menguji validitas semua tudingan dan dugaan tersebut.

Polri mesti mengambil langkah konkret dari sisi hukum dalam penyelesaian kasus-kasus tersebut. Hal ini penting untuk mengembalikan institusi ini ke fitrahnya, yaitu menjadi benteng penegakan keadilan dan hukum. Pertama, institusi Polri mesti merespons positif tudingan dugaan keterlibatan segelintir pimpinan dalam kasus-kasus tersebut. Respons positif ini perlu untuk membuktikan bahwa tudingan dan dugaan itu tidak benar. Serangan balik hanya mengungkapkan pembelaan diri yang semakin menambah ketidakpercayaan publik. Kepolisian mesti berani mengoreksi ketimpangan di dalam dirinya sebagai basis untuk mengingatkan rakyat bahwa ada kemauan untuk memperbaiki diri dan kinerja. Ini benteng yang sesungguhnya mesti dibangun kepolisian saat ini. Sebuah keterlambatan yang sekejap saja akan semakin menumpulkan rasionalitas kepercayaan publik.

Kedua, Presiden sebagai atasan institusi Polri mesti bersikap tegas ihwal tudingan dan dugaan penyalahgunaan kekuasaan dan korupsi di tubuh Kepolisian RI. Kinerja kepolisian yang spektakuler dalam menumpas terorisme mesti juga dibarengi dengan kebesaran jiwa dan keberanian untuk mengoreksi dugaan ketimpangan dan abuse of power dalam tubuh Polri. Pemberantasan korupsi adalah program pasangan SBY-Boediono. Tentu, Presiden SBY tidak akan tega membiarkan institusi yang dipercaya memberantas korupsi di negeri ini dilumuri tangan-tangan elite yang diduga penuh kejahatan dan penyimpangan.

Inilah momen tampan bagi Presiden SBY untuk mengakhiri kekhawatiran dan kegelisahan publik ihwal pembersihan tubuh institusi Polri dari dugaan kejahatan. Sikap tegas Presiden SBY juga merupakan langkah strategis untuk mengakhiri perseteruan di antara elite pimpinan institusi Polri, yang jika terus dibiarkan akan semakin mengeruhkan kinerja dan pada akhirnya menghancurkan cita-cita mulia pasangan SBY-Boediono dalam memberantas mafia makelar kasus dan korupsi.

Mudah-mudahan prestasi Polri dalam memberantas dan menumpas terorisme di Indonesia tidak hilang begitu tergesa, hanya karena kasus dugaan korupsi yang melibatkan segelintir elite Polri. Pembersihan institusi merupakan sebuah imperatif mendesak. Sekali lagi, Ini semua sangat tergantung pada ketegasan dan keberanian Presiden SBY. Ini juga tantangan dan gugatan terhadap eksistensi institusi kepolisian yang sangat dicintai seluruh rakyat. Jika kepolisian begitu getol dan agresif memberantas serta memerangi aksi-aksi dan rencana terorisme di republik ini, mayoritas publik pun pantas dan layak menunggu gebrakan yang lebih getol dan lebih agresif lagi dalam mengurai dan menyelesaikan secara transparan hingga tuntas, dugaan penyalahgunaan kekuasaan, makelar kasus, dan korupsi di tubuh elite pimpinan Polri. Termasuk mantan Kepala Bareskrim Susno Duadji, kalau memang itu memungkinkan. Dan publik tahu, Susno pun siap untuk hal ini. (Sumber: Koran Tempo, 27 Maret 2010)
Atang S
Lahir dan dibesarkan di sebelah selatan kaki Gunung Ciremai, Kuningan - Jawa Barat.

Related Posts

Post a Comment

Subscribe Our Newsletter