-->

Ads 720 x 90

Fiksioner Free Blogger Theme Download

Sebuah TIPOLOGI kejahatan baru


Oleh:
Atang Setiawan


Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, selain telah memberikan sumbangan bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan dan peradaban hidup manusia, juga menjadi sarana yang lebih efektif bagi sebagian orang atau kelompok orang dalam memanfaatkannya untuk melawan hukum atau melakukan kejahatan, sehingga menghasilkan tindakan yang merugikan masyarakat dan telah menghasilkan konsep “Cyber crime”. Cyber crime adalah kejahatan yang memanfaatkan teknologi komputer dan informasi (Muhammad Mustofa, 2007: 136-137). Sedangkan menurut Kepolisian Inggris, cyber crime adalah segala macam penggunaan jaringan komputer untuk tujuan kriminal dan atau kriminal berteknologi tinggi dengan menggunakan kemudahan teknologi digital (Abdul Wahid dan Mohammad Labib, 2005: 2). Sedangkan menurut Barua dan Dayal (2001) cyber crime pada dasarnya adalah kejahatan lama (konvensional) tetapi menggunakan teknologi baru (Muhammad Mustofa, 2007: 137).
Kebutuhan dan penggunaan akan teknologi informasi yang diaplikasikan dengan Internet dalam segala bidang seperti e-banking, ecommerce, e-government, education dan banyak lagi telah menjadi sesuatu yang lumrah. Bahkan apabila masyarakat terutama yang hidup di kota besar tidak bersentuhan dengan persoalan teknologi informasi dapat dipandang terbelakang atau ”GAPTEK”. (Petrus Golose, 2006). Demikian halnya dengan ketertarikan dengan teknologi informasi dan komunikasi, masyarakat tidak terlepas dari hal tersebut.
Sebutan jaman serba komputer memang tidak salah. Mulai dari mengetik dokumen, mencari informasi di Internet, melakukan testing simulasi, melakukan pemeriksaan kesehatan, sampai dengan tindakan kriminal, penipuan dan terorisme mau tidak mau juga harus mengandalkan bantuan komputer. Perkembangan ini bagai dua mata pedang tajam, ada sisi baik ada juga sisi buruknya.
Perkembangan komputer ternyata tidak hanya menolong manusia dalam melakukan pekerjaan yang baik-baik saja, namun juga sangat membantu dalam melakukan berbagai kejahatan baru. Tapi jangan takut karena kejahatan jenis ini juga bisa meninggalkan jejak yang sangat membantu para penyidik cyber crime. Dengan menggunakan bantuan komputer, kejahatan menjadi semakin mudah, cepat, leluasa dan semakin instan untuk dilakukan. Selain menggunakan kecanggihan dan keakuratan komputer dalam mengolah dan memanipulasi data.
Dunia Internet merupakan media yang “nyaman” untuk melakukan kejahatan. Tidak banyak orang yang tahu apa yang sedang terjadi dalam Internet, apa dan siapa yang bertransaksi menggunakan Internet, para “penduduknya” tidak kasat mata, tidak ada identitas yang jelas bagi penggunanya, belum ada standar hukum dan aturan yang jelas di dalamnya, belum ada polisi yang berpatroli dan segudang ketidakpastian lainnya. Ini menjadikan Internet bagaikan hutan belantara yang membuat orang bisa berbuat apa saja di dalamnya.
Kejahatanpun mendapat tempat yang spesial di sini. Mulai dari penipuan sederhana sampai yang sangat merugikan, ancaman terhadap seseorang atau kelompok, penjualan barang-barang ilegal, sampai tindakan terorisme yang menewaskan ribuan orang juga bisa dilakukan menggunakan komputer dan Internet. Melihat semakin meningkatnya kejahatan di internet dan dunia komputer, mulai banyak praktisi maupun akademisi melakukan penelitian tentang cyber crime terkait dengan korban, pelaku, modus operandi maupun penanggulangannya.

Jangan tergiur untuk berbuat jahat melalui internet !
Apa respon dan reaksi Anda ketika sedang mengakses internet dan menemukan sebuah situs penuh dengan nomor kartu kredit orang lain yang dapat digunakan untuk belanja di Internet? Apakah anda tergiur? Bagi orang yang tahu tentang penggunaan dan manfaat kartu kredit, tentu sesaat pasti Anda tergiur juga dan mulai memikirkan bagaimana cara menghabiskan limit belanjanya. Jika ingin belanja barang bagaimana proses pengirimannya, bagaimana penamaannya dan sebagainya, pasti pernah juga terbersit di benak Anda. Namun sebaiknya Anda berpikir lagi sesaat apakah Anda akan aman dari kejaran polisi? Jangan pernah berpikir Anda aman karena berada di internet, karena sebenarnya tidaklah sulit untuk menyodorkan sejumlah bukti-bukti digital terhadap kejahatan yang akan Anda lakukan. Jadi jangan tergiur untuk berbuat jahat.
Kejahatan dunia cyber sekilas memang tidak kasat mata dan sangat sulit untuk dilacak, namun pada kenyataannya sulit juga untuk menutup-tutupinya, bagai bangkai yang akan tercium juga baunya. Bukti kejahatan yang dilakukan mungkin saja bisa di hilangkan dari perangkat dan jaringan data yang digunakan. Namun jika digali lebih dalam lagi, mungkin masih tertinggal sisa-sisa kejahatan tersebut sepanjang jalan dunia maya.

Tertarik dengan kasus-kasus cyber crime?
Banyak mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi sangat antusias dan bersemangat melakukan penelitian tentang cyber crime yang terjadi di wilayah hukum Polda Metro Jaya. Tidak ketinggalan, banyak mahasiswa pada lembaga pendidikan kepolisian seperti PTIK, Selapa, Sespim maupun Sespati yang melakukan penelitian tentang cyber crime. Ketertarikan terhadap penelitian dalam bidang cyber crime menunjukkan bahwa besarnya perhatian terhadap dampak cyber crime.
Apalagi bagi aparat kepolisian sebagai penegak hukum dengan meningkatnya teknologi informasi dan komunikasi dituntut lebih mumpuni dalam menangani kasus-kasus cyber crime. Namun ketertarikan terhadap penelitian dalam bidang cyber crime tersebut tidak diikuti dengan ketertarikan dari para peneliti (khususnya pada lembaga pendidikan kepolisian) untuk mengaplikasikan ilmu pengetahuan atau hasil penelitiannya pada Satuan Cyber Crime. Data personel pada Ditreskrimsus Polda Metro Jaya menunjukkan bahwa jumlah personel Satuan Cyber Crime merupakan jumlah yang paling sedikit jika dibandingkan dengan satuan lainnya, bahkan ada yang berjumlah dua kali lipat dari jumlah Satuan Cyber Crime. Mengapa?
Biro Personel Polda Metro Jaya tentu memiliki database anggota Polda Metro Jaya dengan berbagai latar belakang pendidikan baik umum maupun kepolisian. Oleh karena itu berdasarkan data latar belakang pendidikan bisa mengarahkan personel Polda Metro Jaya sesuai dengan latar belakang pendidikan. Alangkah baiknya bila Satuan Cyber Crime semestinya diisi oleh personel yang memiliki latar belakang pendidikan teknologi informasi atau sarjana komputer yang mumpuni. Bukankah penerimaan Calon Bintara sekarang ini menerima dari lulusan sarjana? Mulai dari proses rekrutment tersebut sebenarnya sudah dapat disaring sesuai dengan latar belakang pendidikan dan setelah selesai mengikuti pendidikan kepolisian disalurkan sesuai dengan kebutuhan satuan kerja yang ada di Polda Metro Jaya ini. Seperti pada Bidang Dokkes, siapa yang memiliki latar belakang kesehatan ditarik atau tidak ditarik yang bersangkutan berminat untuk ditempatkan pada satuan kerja tersebut. Bagaimana dengan yang memiliki latar belakang pendidikan sarjana komputer atau yang berlatar belakang pendidikan IT? Tertarik dengan cyber crime tetapi tidak tertarik ditempatkan pada Satuan Cyber Crime.

Permasalahan
Menurut Agus Raharjo, SH, M.Hum (2006), ada beberapa sebab mengapa penanganan kasus cybercrime di Indonesia masih kurang memuaskan:
1. Cybercrime merupakan kejahatan dengan dimensi high-tech, dan aparat penegak hukum belum sepenuhnya memahami apa itu cybercrime. Dengan kata lain kondisi sumber daya manusia khususnya aparat penegak hukum masih lemah.
2. Ketersediaan dana atau anggaran untuk pelatihan SDM sangat minim sehingga institusi penegak hukum kesulitan untuk mengirimkan mereka mengikuti pelatihan baik di dalam maupun luar negeri.
3. Ketiadaan Laboratorium Forensik Komputer di Indonesia menyebabkan waktu dan biaya besar.
4. Citra lembaga peradilan yang belum membaik, meski berbagai upaya telah dilakukan. Buruknya citra ini menyebabkan orang atau korban enggan untuk melaporkan kasusnya ke kepolisian.
5. Kesadaran hukum untuk melaporkan kasus ke kepolisian rendah. Hal ini dipicu oleh citra lembaga peradilan itu sendiri yang kurang baik, factor lain adalah korban tidak ingin kelemahan dalam sistem komputernya diketahui oleh umum, yang berarti akan mempengaruhi kinerja perusahaan dan web masternya.
Upaya penanganan cybercrime membutuhkan keseriusan semua pihak mengingat teknologi informasi khususnya internet telah dijadikan sebagai sarana untuk membangun masyarakat yang berbudaya informasi. Keberadaan undang-undang yang mengatur cybercrime memang diperlukan, akan tetapi apalah arti undang-undang jika pelaksana dari undang-undang tidak memiliki kemampuan atau keahlian dalam bidang itu dan masyarakat yang menjadi sasaran dari undang-undang tersebut tidak mendukung tercapainya tujuan pembentukan hukum tersebut.

Bahan Bacaan :
Abdul Wahid dan Mohammad Labib: Kejahatan Mayantara (Cyber Crime). Bandung: PT Refika Aditama, 2005.
Agus Raharjo, SH, M.Hum: Kebijakan Kriminalisasi Dan Penanganan Cybercrime Di Indonesia. Makalah disampaikan pada Bedah Buku “Tindak Pidana Mayantara, Perkembangan Cybercrime Di Indonesia” (karya Barda Nawawi Arief, 2006, Jakarta: Rajawali Press), diselenggarakan dalam rangka Bulan Kunjung Perpustakaan oleh Perpustakaan FH Undip Semarang, 12 September 2006
Prof. Dr. Muhammad Mustofa, MA: Kriminologi; Kajian Sosiologi terhadap Kriminalitas, Perilaku Menyimpang dan Pelanggaran Hukum. UI Depok: Fisip UI Press, 2007.
Petrus Golose: Perkembangan Cyber Crime dan Upaya Penanganannya di Indonesia Oleh Polri. Buletin Hukum Perbankan dan Kebaksentralan. Volume 4, Agustus 2006.

Jakarta, 28 Mei 2008
Atang S
Lahir dan dibesarkan di sebelah selatan kaki Gunung Ciremai, Kuningan - Jawa Barat.

Related Posts

1 comment

Ksasmita said…
Bapak ini tambah muantap aja analisisnya... Magister Kriminologi UI
pantesan CUM LAUDE
Subscribe Our Newsletter