-->

Ads 720 x 90

Fiksioner Free Blogger Theme Download

Apa itu KOMPOLNAS?

Apa itu

Kompolnas?

Oleh: Atang Setiawan

Tugas dan wewenang Kompolnas

Di dalam pasal 37 UU No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia diatur, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung pada presiden. Pasal berikutnya tentang tugas, Kompolnas membantu Presiden dalam menetapkan arah kebijakan Polri, yang nantinya akan menjadi pedoman penyusunan kebijakan teknis kepolisian. Tugas lainnya, memberikan pertimbangan pada Presiden dalam pengangkatan dan pemberhentian Kapolri.[1]

Batas kewenangannya, Kompolnas harus mengumpulkan dan menganalisis data sebagai bahan pemberi saran pada Presiden yang berkait dengan anggaran, pengembangan SDM, dan penyediaan sarana/prasarana Polri. Selain itu juga memberikan saran dan pertimbangan dalam kaitan dengan upaya mewujudkan Polri yang profesional dan mandiri. Menerima saran dan keluhan masyarakat mengenai kinerja Polri dan menyampaikan kepada presiden.

Dalam penjelasan UU Kepolisian Negara Republik Indonesia disebutkan, bahwa keluhan dari masyarakat itu meliputi penyalahgunaan wewenang, dugaan korupsi, pelayanan yang buruk, perlakuan diskriminatif, hingga penggunaan diskresi-pengambilan tindakan menurut pendapat dan keyakinan petugas sendiri-yang keliru.

Karena itu polisi, harus hadir sebagai sosok petugas yang profesional, mandiri, didukung oleh negara, dan disokong pula oleh rakyat. Selain itu, polisi juga sebagai alat rakyat, bukan cuma alat negara. Selama ini, seolah-olah yang mendukung polisi hanya negara, rakyat tidak. Kalau rakyat mendukung, maka tidak perlu diminta pun mereka akan dengan ikhlas memberikan bantuan kepada polisi.

Realitas yang dihadapi masyarakat tentang polisi

Satu hal yang menarik. Telah lama berkembang di masyarakat, persepsi bahwa polisi masih acapkali melakukan penyalahgunaan wewenang, korup, memberikan pelayanan yang buruk, berlaku diskriminatif, serta sering mengambil diskresi yang keliru. Yang sangat menyedihkan, citra polisi di mata masyarakat sedemikian buruknya. Seolah-olah tidak ada yang positif tentang polisi. Padahal, bisa dibayangkan, sehari saja tidak ada anggota polisi yang bertugas, apakah tidak semrawut dan kacau-balau negara ini?

Citra polisi di mata masyarakat mengalami pasang surut. Pencitraan positif yang dibangun sebagai komitmen menuju profesionalisme polisi, ternyata sering 'dikotori' oleh ulah oknumnya sendiri sehingga polisi didera vonis yang negatif. Fenomena ini tampaknya menjadi siklus yang abadi dalam tubuh Polri (Kepolisian Republik Indonesia).
Beberapa kasus yang menjadi 'langganan' dan menentukan fluktuasi citra Polri, di antaranya kasus penyalahgunaan wewenang, penganiayaan, pelecehan seksual, perbuatan tidak menyenangkan, dan penyalahgunaan senjata api. Berbagai kasus tersebut seolah tidah pernah lepas dari tubuh Polri. 
Meskipun pimpinan Polri selalu berkomitmen untuk menindak anggotanya yang melakukan pelanggaran, namun tampaknya imbauan tersebut tidak mempan. Pelanggaran demi pelanggaran silih berganti mengemuka. Jenis pelanggaran yang dilakukan oleh oknum Polri pun tidak berubah.

Polisi merupakan aparat penegak hukum yang langsung berhadapan dengan masyarakat, polisi diberi ruang oleh hukum untuk mengambil berbagai tindakan yang diperlukan menurut pertimbangan sesaat pada waktu kejadian berlangsung.[2] Berdasarkan kewenangan tersebut, polisi diperbolehkan untuk melakukan penangkapan dan penahanan terhadap orang yang dicurigai telah melakukan tindakan kejahatan berdasarkan bukti-bukti dan aturan hukum yang telah ditetapkan. Polisi juga diberi kewenangan untuk meminta keterangan kepada setiap warga masyarakat yang mengetahui jalannya suatu peristiwa kejahatan, untuk dijadikan saksi yang diperlukan dalam proses pemeriksaan tersangka pelaku kejahatan.[3] Sepak terjang polisi akan langsung dilihat dan dirasakan oleh masyarakat. Pada kontak langsung dengan masyarakat inilah citra polisi akan sangat ditentukan.[4] Citra polisi yang buruk di masyarakat karena polisi kurang mampu bersikap mandiri dalam mengusut kasus kejahatan akan membawa dampak pada proses pemeriksaan pelaku kejahatan pada tahap berikutnya.[5]

Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia pada pasal 13 menyatakan bahwa “Tugas Pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah: 1) Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; 2) Menegakkan hukum; dan 3) Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat[6]. Akibat kewenangan polisi tersebut, bagi orang yang dicurigai melakukan tindakan kejahatan maka polisi akan menangkap dan menahan pelaku kejahatan. Setelah polisi menangkap dan melakukan pemeriksaan, polisi akan mengeluarkan surat penahanan sebagai "tersangka" pelaku kejahatan. Karena itu, akibat perlakuan upaya paksa yang dilakukan aparat kepolisian tersebut pelaku kejahatan akan mendefinisikan dirinya sebagai pelaku kejahatan.

Konsep dasarnya, negara adalah alat pemaksa. Orang patuh ketika ada polisi karena takut, bukan karena simbol hukum yang ada di balik tubuh anggota polisi. Itu bukan kesalahan masyarakat sepenuhnya, melainkan bermula dari perilaku anggota polisi juga. Persoalan lainnya, yakni rasio polisi Indonesia dengan jumlah penduduk yang sedemikian timpang, jauh dari rasio ideal yang ditetapkan PBB. Pada saat yang sama, kesejahteraan bagi polisi juga harus diperhatikan. Karena itu Kompolnas juga bertugas untuk memberikan pertimbangan kepada Presiden soal penentuan kesejahteraan bagi para polisi.

Dalam UU diatur, Kompolnas bertugas untuk menyampaikan keluhan masyarakat, serta memberikan saran dan pertimbangan kepada Presiden. Perlu perangkat hukum lain yang mengatur, setelah keluhan masyarakat diterima, karena Kompolnas tidak memiliki hak eksekusi. Jika ada pengaduan tentang polisi nakal, Kompolnas tidak memiliki hak atau kewenangan unuk memanggil polisi itu. Berbeda dengan Komisi Kejaksaan, yang bisa memanggil jaksa nakal atau diduga bermasalah. Tugas Kompolnas hanya menerima keluhan masyarakat dan kemudian meneruskannya ke Presiden, soal eksekusi bergantung pada Presiden sebagai pemegang hak itu.[7]

Bahan Bacaan:

Tb. Ronny Rahman Nitibaskara: Tegakkan Hukum Gunakan Hukum. Jakarta. Penerbit Buku Kompas. 2006. Halaman 32.

Muhammad Mustofa; Kriminologi: Kajian Sosiologi terhadap Kriminalitas, Perilaku Menyimpang dan Pelanggaran Hukum. Jakarta. Fisip UI Press, 2007. Hal. 45.

Bibit Samad Rianto: Pemikiran Menuju Polisi yang Profesional, Mandiri, Berwibawa dan Dicintai Rakyat. Jakarta. PTIK Press dan PT Restu Agung. 2006. Hal 3.

Erlangga Masdiana: Kejahatan Dalam Wajah Pembangunan. Jakarta. Penerbit NFU Publishing. 2006. Hal. 190.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, pasal 18.

Suara Merdeka: Minggu, 18 Juni 2006.

Jakarta, 9 Mei 2008



[1] Undang-Undang Republik indonesia No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia

[2] Tb. Ronny Rahman Nitibaskara: Tegakkan Hukum Gunakan Hukum. Jakarta. Penerbit Buku Kompas. 2006. Halaman 32.

[3] Muhammad Mustofa; Kriminologi: Kajian Sosiologi terhadap Kriminalitas, Perilaku Menyimpang dan Pelanggaran Hukum. Jakarta. Fisip UI Press, 2007. Hal. 45.

[4] Bibit Samad Rianto: Pemikiran Menuju Polisi yang Profesional, Mandiri, Berwibawa dan Dicintai Rakyat. Jakarta. PTIK Press dan PT Restu Agung. 2006. Hal 3.

[5] Erlangga Masdiana: Kejahatan Dalam Wajah Pembangunan. Jakarta. Penerbit NFU Publishing. 2006. Hal. 190.

[6] Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, pasal 18.

[7] Suara Merdeka: Minggu, 18 Juni 2006

Atang S
Lahir dan dibesarkan di sebelah selatan kaki Gunung Ciremai, Kuningan - Jawa Barat.

Related Posts

Post a Comment

Subscribe Our Newsletter