-->

Ads 720 x 90

Fiksioner Free Blogger Theme Download

Cyber Crime, Polisi dan Pemilu

Atang Setiawan

Mencermati situasi menjelang Pemilu 2009, berbagai indikasi memperlihatkan adanya ancaman sangat serius dalam proses demokrasi di Indonesia. Indikasi-indikasi ini bukanlah suatu hal berlebihan. Pemilu 2004 diyakini sebagai tahun pencerahan yang membawa perubahan pemimpin bangsa secara langsung dengan kondisi keamanan yang tetap terjaga dengan baik.

Sebagai bangsa yang sedang membangun demokrasi, partai politik sejatinya berperan sebagai wadah bagi pelembagaan kepemimpinan yang demokratis. Partai politik juga semestinya menciptakan suasana demokratisasi yang elegan, bahwa kebijakan lahir dari hasil representasi kepentingan rakyat. Serta harus menjadi media pendidikan politik bagi masyarakat, bukan sebaliknya, menjadi wadah eksploitasi politik masyarakat demi suatu ambisi dan kepentingan.

Dalam proses "tarung politik" ini akan terjadi pertikaian internal dan eksternal antarpartai politik dan atau antarkader dalam partai politik itu sendiri. Gejala pertikaian ini telah muncul ke permukaan. Dalam keseluruhan tahapan pertarungan politik itu, Polri ditempatkan sebagai penegak hukum sekaligus penjaga ketertiban masyarakat. Dalam konteks politik yang kian memanas menjelang pemilu, Polri selain menjaga netralitas agar tidak menjadi "sasaran tembak" atau diseret oleh partai-partai politik juga menjaga profesionalisme dalam menjalankan fungsi dan tugas pokoknya yang berhubungan dengan penegakan hukum dalam seluruh proses sengketa dan konflik dalam prosesi politik nasional ini. Saat ini jajaran kepolisian dihadapkan pada perubahan politik yang cepat, melebih daya kemampuan jajaran kepolisian mengimbanginya.

Polri diharapkan peranannya oleh semua pihak dalam menjaga seluruh proses pemilu. Sebagai kesatuan yang membidangi permasalahan kejahatan khusus dan perekonomian, Ditreskrimsus berperan penting dalam upaya mengantisipasi maupun menindak para pelaku kejahatan yang mengancam berlangsungnya Pemilu 2009 secara aman.

Tugas aparat kepolisian adalah mengamankan individu, masyarakat, dan penyelenggaraan pemerintahan. Objek atau sasaran tugas dalam proses pemilu ini tentu saja adalah para pelanggar hukum yang berupaya melakukan pelanggaran pemilu dan upaya penggagalan pemilu. Dengan fungsi, tugas, dan objek tindakan ini, mengambil tindakan atas terjadinya pelanggaran hukum atau keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) melekat pada setiap diri anggota Polri (Pasal 18 Ayat 1 Undang-Undang No. 2/2002). Dengan kata lain, seorang anggota polisi secara prinsip dapat mengambil tindakan ketika terjadi pelanggaran hukum/kamtibmas tanpa menunggu perintah dari atasan. Untuk itu, jajaran kepolisian diberi kewenangan menggunakan alat kekuatan.


Fenomena "Cyber Crime"

Kejahatan cyber merupakan bentuk kejahatan "modern" yang harus lebih diwaspadai seiring perkembangan teknologi dan meningkatnya jumlah pengguna internet di Indonesia. Seiring perubahan tatanan kehidupan dunia yang semakin bertumpu pada teknologi, kejahatan cyber menjadi semakin merebak. Meski meluas dengan dampak yang fatal dan destruktif, ancaman kejahatan cyber cenderung tidak disadari masyarakat dan pemerintah sendiri. Kejahatan cyber memiliki karakteristik no fear of crime atau tidak menimbulkan rasa terancam. Pemerintah serta seluruh aparat penegak hukum harus lebih menyadari ancaman laten kejahatan cyber ini. Sebab, segala bentuk kejahatan sekarang ini cenderung bertransformasi menjadi kejahatan cyber. Mulai dari sekadar iseng membobol sistem, kejahatan seksual, pornografi anak, perdagangan narkoba, penipuan, perjudian, pencurian data, hingga terorisme.

Menjelang pemilu, kejahatan cyber harus diantisipasi sebaik mungkin. Karena itu, soal sistem teknologi di Komisi Pemilihan Umum (KPU) harus serius ditangani. Jangan lagi berorientasi proyek supaya tidak celaka. Pelaku cyber crime selalu merasa tertantang untuk coba-coba. Catatan kepolisian menunjukkan, tahun 2006-2008 polisi telah menggiring sedikitnya 20 perkara kejahatan cyber ke pengadilan. Namun, pelaku perkara tersebut kerap divonis hukuman yang relatif ringan sekalipun nilai kerugiannya sangat besar.

Dengan adanya pengakuan tentang digital evidence (bukti digital) secara lebih tegas dalam Undang-Undang ITE, ke depan diharapkan pengadilan dapat menjatuhkan vonis yang lebih proporsional. Bukti digital dalam persidangan kerap dituntut untuk ditampilkan secara fisik. Hal itu kadang menjadi tidak efisien. Di negara maju, majelis hakim bisa menerima bukti digital yang ditampilkan di persidangan dengan diperlihatkan secara virtual. Sejauh ini pelaku kejahatan cyber asal Indonesia telah menimbulkan korban di empat benua, yaitu Amerika, Eropa, Asia, dan Australia. Mereka juga kerap mengadu ke Kedutaan Besar RI di negara tersebut.


Tinggi

Kejahatan cyber di Indonesia ternyata masih tergolong tinggi meski telah ada Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UITE). Praktik kejahatan lewat dunia maya di Indonesia banyak dikeluhkan oleh sejumlah negara. Para pelaku kejahatan menggunakan jalur internet untuk memperkaya diri. Bentuk kejahatan cyber yang paling banyak terjadi adalah penipuan, kejahatan seksual dan pornografi anak. Kini disinyalir banyak kejahatan terorisme yang menggunakan internet untuk melakukan pengintaian korban dan bertransaksi alat-alat pengeboman.

Untuk menangani kasus-kasus kejahatan dunia maya, negara harus melakukan penyempurnaan hukum pidana nasional beserta hukum acaranya yang diselaraskan dengan konvensi internasional yang terkait dengan kejahatan tersebut. Selain itu tindakan pencegahan bisa dilakukan dengan meningkatkan sistem pengamanan jaringan komputer nasional sesuai beberapa standar internasional. Wujud partisipasi aktif masyarakat juga diperlukan untuk mencegah kejahatan dunia maya selain itu negara juga perlu meningkatkan kerja sama bilateral, regional maupun multilateral dalam upaya penanganan cyber crime antara lain melalui perjanjian ekstradisi dan mutual assistance treaties.

Pemanfaatan internet dan teknologi informasi dalam Pemilu 2009 menjadi sebuah sarana untuk memudahkan proses administrasi pemilu. Untuk menjamin keamanannya maka diperlukan sistem pengamanan yang baik dari serangan para peretas. Oleh karenanya, teknisi yang menjadi operator pemilu harus bekerja keras memastikan tidak ada informasi penting yang berhasil diraup penjahat cyber dalam serangan itu. Masalah ini memang cukup mengkhawatirkan mengingat pelaksanaan Pemilu 2004, situs KPU dapat dibobol peretas. Ancaman pembobolan oleh peretas ini mungkin hanya sebatas iseng, hingga pencurian sejumlah informasi mengenai perkembangan pemilu yang pada akhirnya mengganggu jalannya proses pemilu.

Dalam kaitan dengan adanya penjahat cyber, aparat penegak hukum yang terkait dengan bidangnya harus sejak dini melakukan cyber patrol guna mendeteksi adanya para hacker yang dapat mencuri informasi dengan cara membobol situs KPU maupun situs partai politik. Serta terhadap pihak-pihak yang dalam praktik menggunakan jalur maya untuk kelancaran proses dalam pemilu, seperti lembaga survei dan pelaksana Quick Count.
Atang S
Lahir dan dibesarkan di sebelah selatan kaki Gunung Ciremai, Kuningan - Jawa Barat.

Related Posts

Post a Comment

Subscribe Our Newsletter