-->

Ads 720 x 90

Fiksioner Free Blogger Theme Download

Citra Polisi


Oleh: Atang Setiawan

CITRA POLISI

Bagi orang yang pernah mempunyai pengalaman berhadapan dengan polisi berpendapat bahwa berurusan dengan polisi tidak selalu menyenangkan. Ketidak percayaan masyarakat terhadap polisi dapat ditunjukan dari berbagai anekdot yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat seperti "hilang ayam lapor polisi malah hilang kambing". Demikian pula bagi sebagian pengguna kendaraan bermotor aktif yang pernah ditangkap polisi berpendapat bahwa alasan penangkapannya suka tidak jelas, dicari-cari, ujung-ujungnya duit saja.

Kira-kira gambaran itulah yang menunjukan keberadaan polisi dengan masyarakatnya ada jurang pemisah, ada jarak yang cukup jauh dan ada kecurigaan atau saling ketidak percayaan baik dari kepolisian terhadap masyarakatnya maupun sebaliknya.

Telah banyak dari kalangan masyarakat yang mengakui bahwa Polri telah melakukan banyak perubahan dan kemajuan yang dapat meningkatkan keyakinan maupun kepercayaan masyarakat. Berbagai prestasi besar yang telah dicapai Polri seperti pengungkapan kasus terorisme, penyelundupan, narkoba, pembunuhan dan sebagainya telah mengharumkan dan mengangkat citra Polri di mata masyarakat. Prestasi tersebut yang sering dikatakan sebagai celebrity case prestasi khusus dan dalam kurun waktu yang tertentu. Sedangkan yang merupakan daily case atau yang sehari-hari dilakukan sering berbeda bahkan bertentangan, itulah yang sering dilihat dan dihadapi masyarakat, sehingga prestasi gemilang Polri sering dilupakan begitu saja atau tidak mampu menganggkat citra Polri pada umumnya.[1]

Peran serta Polisi dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat Yairu dengan memberikan pelayanan keamanan dan menciptakan rasa aman bagi warga masyarakat, sehingga mereka dapat melaksanakan aktifitas kehidupannya untuk mampu menghasilkan suatu produksi, serta untuk hidup sejaktera. Dalam konteks ini polisi tidak melakukan tindakan yang anti produktifitas, seperti memalak, melakukan pungutan liar, menerima suap atau menjadi backing dalam berbagai kegiatan yang ilegal. Sehingga tidak memperburuk bahkan merusak citra polisi Dan yang lebih penting yaitu dengan keberadaan polisi haruslah fungsional dalam masyarakat, polisi dibutuhkan dan diharapkan yang mendapatkan dukungan dari warga masyarakat.

Pada saat ini Polri telah mengadopsi sebuah falsafah baru dalam kepolisian yaitu community policing sebagai model pemolisian baru melalui Polmas. Hal tersebut tentunya akan membawa konsekuensi besar bagi polisi yaitu harus adanya perubahan perilaku dan tindakan-tindakan petugas kepolisian baik tingkat manajemen maupun tingkat operasional. Perubahan yang mendasar dari falsafah tersebut harus diawali dari adanya kecintaan dari anggota polisi akan tugas dan tanggung jawabnya. Tugas dan tanggung jawab apapun yang diberikan atau yang dipercayakan kepadanya harus menjadi suatu amanah dan harus dicintai dan ada rasa kebanggaan. Hal tersebut perlu diawali sejak adanya deskripsi dan analisa kerja yang jelas dan tertulis yang dibuat secara berjenjang dari tingkat yang terendah sampai tingkat yang tertinggi, secara terinci sebagai penjabaran tugas. Adanya standarisasi keberhasilan tugas yang bervariasi antara satu tempat tugas dengan yang lainya. Untuk mengetahui keberhasilan dalam melaksanakan tugas perlu adanya penilaian kinerja yang obyektif, konsisten dan konsekuen.

Tentu bagi anggota polisi yang bekerja dengan baik atau yang berprestasi harus diberikan penghargaan, demikian juga halnya yang tidak berprestasi atau yang melanggar ketentuan atau kode etik harus ada sanksi atau hukuman sesuai dengan ketentuan atau peraturan yang berlaku pula. Hal tersebut sebagaimana yang tertuang dalam sistem reward and punishment. Dan tentunya setiap pekerjaan dalam masing-masing bagian atau satuan kerja mempunyai etika kerja sebagai bentuk pertanggungjawaban baik internal maupun eksternal yaitu kepada masyarakat, yang bervariasi dan dibuat secara berjenjang dari tingkat bawah sampai tingkat atas. Hal itu juga mencakup hal-hal yang harus dilakukan, hal-hal yang tidak boleh dilakukan, produk-produk yang harus dihasilkan serta sanksinya bila melakukan pelanggaran hukum maupun ketentuan yang berlaku.

Perubahan perilaku bagi petugas kepolisian hendaklah dapat mengikrarkan dan mengimplementasikan nilai-nilai kemanusiaan, keselamatan, keamanan, pendidikan, tentu ini bukan sekedar slogan atau jargon-jargon gombal yang tidak pernah ada ujung pangkalnya. Bagian yang terpenting adalah keberadaan polisi benar-benar dapat dirasakan aman bagi masyarakat. Keberadaan polisi memberikan keamanan bagi masyarakat atau masyarakat merasa aman, terlindungi. Bukan sebaliknya keberadaan polisi membuat masyarakat menjadi ketakutan.

Belum lagi berbagai kecaman masyarakat tentang prilaku menyimpang (anomali) dari anggota Polri terkait maupun tidak terkait dengan kinerja menjadi permasalahan yang harus pula dipikul oleh Polri sebagai institusi. Pola kinerja yang masih mengadopsi budaya militeristik menjadi bagian yang tidak terpisahkan sejak Polri berdiri. Bahkan setelah delapan tahun Polri terpisah dari TNI, yang menularkan budaya tersebut kepada Polri. Hal ini menjadi satu pekerjaan rumah yang serius bagi internal Polri, tidak hanya sekedar menolak untuk membahas berbagai pola dan bentuk koordinasi antar lembaga keamanan ataupun posisi Polri, terkait dengan profesionalisme. Namun juga secara kelembagaan Polri harus mampu merespon berbagai kondisi faktual terkait dengan kinerja Polri, yang terbebas dari kultur militer dan dan mempercepat proses metamorfosis Polri menjadi polisi sipil.

Karena itu paradigma berpikir masyarakat yang juga makin kompleks dan maju. Hal ini akan tercermin dengan prilaku menyimpang dan tindak kejahatan yang dilakukan oleh anggota masyarakat yang juga makin bervariasi. Jelas hal tersebut harus diimbangi pula dengan mengembangkan potensi organisasi Polri agar selalu siap dalam melakukan berbagai antisipasi dan pendekatan yang dilakukan.

Hal yang masih dirasakan hingga sekarang adalah kultur militeristik yang mendarah daging dalam hampir semua aspek organisasi Polri, dari mulai penyebutan kepangkatan, penyebutan tempat, hingga pola operasi, tidak hanya berlaku bagi Brimob Polri, sebagai satuan elit pamungkas yang dimiliki Polri, tapi hampir semua aspek keorganisasian, sekedar ilustrasi misalnya pola pendidikan, bahkan hingga sekarang masih mempertahankan pendekatan militeristik, meski telah terjadi pengurangan dan penyesuaian bentuk saat pemisahan Polri dari TNI.[2]

PEMOLISIAN MASYARAKAT

Untuk dapat mewujudkan hubungan polisi dan masyarakat yang ideal bukan merupakan hal yang mudah. Ada yang berproses sangat cepat dan ada pula yang lambat. Namun yang lebih penting lagi adalah bagaimana kepolisian mampu mencegah berkembangnya angka kejahatan dengan memperoleh dukungan maksimal dari masyarakat.[3] Disamping itu bagaimana polisi menciptakan rasa aman bagi masyarakat. Keberadaan polisi disarakan aman oleh masyarakat sekitarnya.

Dengan keberadaan polisi harus menyenangkan bagi masyarakat sekitarnya. Polisi yang ramah, sopan, santun dalam berkomunikasi dan mampu memanusiakan manusia lainya. Meskipun harus bertindak tegas dalam melakukan upaya paksa tetapi harus tetap memberikan jaminan dan dan kepastian hukum serta perlindungan hak asasi manusia (HAM). Tentu polisi mengangkat harkat dan martabat manusia sebagai ciptaan Tuhan yang paling mulia.

Keberadaan polisi harus bermanfaat bagi masyarakat. Keberadaan polisi harus mampu memberikan petunjuk bagi warga masyarakat yang tidak tahu, memberikan perlindungan bagi warga masyarakat yang merasa ketakutan, memberikan pelayanan bagi warga masyarakat yang membutuhkan pelayanan kepolisian, dan keberadaanya pun dapat dirasakan ada manfaatnya dalam mendukung tumbuh dan berkembangnya kualitas hidup masyarakat. Dalam konteks ini polisi tidak bermain-main dengan hal-hal kegiatan-kegiatan yang bersifat ilegal, melakukan pungutan liar, memalak, menerima suap. Tentu manfaat polisi bagi masyarakat diperoleh melalui kinerja yang profesioanal dan handal, petugas yang mampu membagun citra positif di masyarakat tentu kebanggaannya adalah ketika keberadaan polisi akan bermanfaat atau berguna bagi masyarakat. Dan bukan lagi uang, jabatan basah atau hal-hal yang memalukan atau aib bagi masyarakat.

Berkembangnya suatu pemikiran untuk mewujudkan keamanan dan ketertiban masyarakat, tidak mungkin mampu dilakukan oleh aparat kepolisiannya sendiri. Hal ini didukung oleh berbagai studi, riset, diskusi, seminar dan proses ilmiah lainnya. Banyak sarjana ilmu social, hukum, psikologi, kriminologi, kepolisian dan politik yang telah mengemukakan pandangan, hasil penelitian dan kajian untuk memperkuat pemikiran tentang pemahaman hubungan polisi dan masyarakat (Community Policing) yang ideal.

Penegakan hukum modern merupakan suatu konsep penegakan hukum yang berorientasi dan menitik beratkan pada tindakan preventif dibandingkan tindakan represif. Adapun implementasi tindakan ini diwujudkan dalam rangka menurunkan angka kejahatan, menghilangkan rasa cemas masyarakat, mencegah timbulnya kejahatan dan mewujudkan kualitas hidup masyarakat yang lebih baik.

Selanjutnya dengan melakukan analisa terhadap kejahatan yang tajam akan lebih memungkinkan seorang pimpinan kepolisian untuk mengikuti perkembangan kejahatan yang dapat berubah dengan cepat. Yang pada akhirnya akan lebih memudahkan dalam menerapkan tindakan antisipasi pada saat dan kesempatan yang tepat.



[1] Chryshnanda DL : Keberadaanku Aman, Menyenangkan dan Bermanfaat bagi Masyarakat: Perubahan Perilaku Petugas Kepolisian. Pelatihan dan Diskusi Implementasi Polmas, Polda Daerah Istimewa Yogyakarta; 7 Agustus 2007.

[2] http://muradi.wordpress.com/2007/09/08: Polri, Kultur Militeristik, dan Potong Satu Generasi.

[3] Drs. Purwadi Arianto, MSi : Community Policing Sebagai Gaya Perpolisian Masyarakat / Polmas
(Suatu Tinjauan Dalam Upaya Pencegahan Kejahatan), Selasa, 29-Agustus-2006. www.lcki.org



Atang S
Lahir dan dibesarkan di sebelah selatan kaki Gunung Ciremai, Kuningan - Jawa Barat.

Related Posts

Post a Comment

Subscribe Our Newsletter