-->

Ads 720 x 90

Fiksioner Free Blogger Theme Download

Mengapa harus ABORSI?


Oleh: Atang Setiawan, A.Md, S.Sos *)


Hingga saat ini pandangan masyarakat tentang aborsi masih bersifat mendua. Ada yang beranggapan menerima terhadap aborsi dan ada juga yang menolak terhadap aborsi, tentunya dengan beragam alasan. Sebagian masyarakat menerima aborsi karena terjadinya kehamilan yang tidak dikehendaki akibat perkosaan atau dengan alasan medis-psikologis kuat. Sedangkan sebagian masyarakat menolak aborsi dengan alasan moral, apalagi kaidah agama yang harus tetap ada untuk mengatur kehidupan manusia.

Terlepas dari adanya sikap penerimaan maupun sikap penolakan yang saling bertentangan tesebut, pada kenyataannya tidak dapat dipungkiri bahwa jumlah klien yang melakukan aborsi dengan datang ke klinik, rumah sakit, dokter pribadi, bidan maupun dukun untuk meminta pelayanan aborsi masih seing kita dengar dengan jumlah yang besar.1

Dampak dari aborsi yang dilakukan, tentu yang paling menderita adalah perempuan sebagai orang yang menjadi korban dari fungsi reproduksi yang tidak terencana. Dampak yang menimpa tidak hanya fisik maupun psikis tetapi juga sosial yakni stigmatisasi dari masyarakat. Dampak secara fisik; pelaku aborsi akan mengalami pendarahan dan harus mendapat perawatan dokter di rumah sakit. Akibat pendarahan yang hebat tersebut tidak jarang berakhir dengan kematian. WHO memperkirakan 10-50% kematan ibu akibat abortus. Angka kematian ibu di Indonesia sebesar 73 per seratus ibu kelahiran hidup. Berarti setiap seratus kelahiran hidup 37-186 orang diantaranya mati sia-sia karena aborsi, 187 orang sisanya meninggal karena sebab lain.2 Secara psikis; pelaku aborsi akan menerima beban mental berupa dihantui rasa berdosa, ketakutan serta penyesalan. Dan secara sosial pelaku aborsi akan menerima hukuman berupa kehidupan yang terisolir dari komunitasnya serta stigmatisasi dari masyarakat yang kadang-kadang cenderung menyalahkan korban.

Pandangan masyarakat tersebut jika dianalisa akan berakar pada persoalan gender, karena kenyataannya yang mengalami dan menjalani aborsi adalah perempuan. Terkadang sosok laki-laki tidak tampak sama sekali, padahal dalam proses kehamilan pastisipasi laki-laki sama dengan perempuan. Walaupun secara fisik perempuanlah yang mengalami kehamilan, perempuan juga yang meminta aborsi, namun yang harus bertanggung jawab adalah pasangan suami isteri dan tidak hanya dibebankan kepada perempuan saja.3

Permasalahan Aborsi.

Banyaknya kasus aborsi yang terjadi dalam masyarakat tidak terlepas dari adanya partisipasi dari peran perempuan dan laki-laki, terutama ketika masa remaja. Terlepas dari adanya sifat yang mendua antara menerima dan menolak aborsi, tidak dapat dipungkiri jumlah klien yang mendatangi klinik, rumah sakit, dokter pribadi maupun dukun untuk meninta layanan aborsi tidak dapat berkurang. Menurut Dra. Budi Wahyuni, MM, MA dari PKBI Jogjakarta: “Dari 3.889 klien, sebagian besar orang berstatus menikah. Hanya 359 orang atau 9,23% dari jumlah total klien pada tahun 2000 masih remaja (belum menikah)”.4 Oleh karena itu dengan banyaknya kasus-kasus aborsi yang terjadi dalam masyarakat menimbulkan beberapa masalah diantaranya mengapa aborsi terjadi serta faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya aborsi?

Menurut Jhon M. Echols dan Hasan Shadily dalam Kamus Inggris – Indonesia aborsi diserap dari bahasa Inggris yaitu abortion yang berasal dari bahasa Latin yang berarti menggugurkan kandungan atau keguguran. Sedangkan pengertian aborsi menurut perspektif kedokteran atau medis, yaitu penghentian kehamilan setelah tertanamnya telur yang telah dibuahi dalam rahim sebelum umur janin mencapai 20 minggu.

Menurut RA Silverman, melihat adanya sejumlah kelompok yang rentan menjadi korban kejahatan. Salah satunya korban berdasarkan cirri biologis seperti janin, anak dan orang tua. Sedangkan menurut jenisnya aborsi dibagi dua, yaitu; pertama, aborsi secara sepontan; aborsi yang terjadi secara alamiah baik sebab tertentu maupun karena sebab tertentu seperti penyakit, virus toxoplasma, anemia, semam yang tinggi maupun karena kecelakaan. Kedua, aborsi yang disengaja; aborsi yang tejadi secara sengaja karena sebab-sebab tertentu dan memiliki konsekuensi hokum yang jenis hukumannya tergantung faktor yang melatarbelakanginya.

Analisis Permasalahan.

Adanya perbedaan pendapat antara yang menerima dan menolak aborsi merupakan salah satu hal yang sering menjadi pembicaraan banyak orang dalam masyarakat. Aborsi yang terjadi akibat adanya kelainan-kelainan yang dialami perempuan karena berkaitan dengan kesehatan reproduksi mungkin dari perspektif hak asasi manusia maupun hukum tidak akan menimbulkan permasalahan. Adanya kelainan kesehatan reproduksi karena keputusan medis menyebabkan seorang perempuan terpaksa harus melakukan aborsi. Pengakhiran kehamilan harus dilakukan berdasarkan alasan bahwa kehamilan yang terjadi membahayakan ibunya atau alasan kondisi janin cacat sehingga seorang perempuan tidak mampu lagi mempertahankan kehamilannya karena adanya puutusan dokter terhadap kesehatan dan keselamatan nyawa ibunya atau bayinya.5 Jenis aborsi tersebut secara hukum dibenarkan karena dilakukan atas adanya pertimbangan medis, dokter atau tenaga kesehatan mempunyai hak untuk melakukan aborsi dengan menggunakan pertimbangan demi menyelamatkan ibu hamil atau janinnya. Berdasarkan pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Kesehatan Nomor 23 Tahun 1992, tindakan medis (aborsi) sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau janinnya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi serta pertimbangan tim ahli. Tindakan aborsi tersebut harus mendapat persetujuan dari ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau keluarganya. Hal tersebut menunjukkan bahwa aborsi yang dilakukan bersifat legal atau dapat dibenarkan dan dilindungi secara hukum dan segala perbuatan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan terhadap hak reproduksi perempuan bukan merupakan suatu tindak pidana atau kejahatan.6

Selain itu larangan dan ancaman hukuman pidana bagi pelaku aborsi dinyatakan pula dalam KUHP pasal 346 – 349, salah satu pasal dalam KUHP tersebut berbunyi; Pasal 346, “Seorang wanita yang sengaja menggugurkan kandungan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam paling lama empat tahun”. Sedangkan Pasal 348 ditujukan kepada petugas yang melakukan aborsi, pasal tersebut berbunyi, “Barang siapa dengan sengaja menggugurkan kandungan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan”.

Berbeda dengan aborsi yang dilakukan tanpa adanya pertimbangan medis, aborsi tersebut dikatakan illegal serta tidak dapat dibenarkan secara hukum. tindakan aborsi ini dikatakan sebagai tindak pidana atau tindak kejahatan karena KUHP mengkualifikasikan perbuatan aborsi tersebut sebagai kejahatan terhadap nyawa. Dilihat dari aspek hak asasi manusia bahwa setiap orang berhak untuk hidup maupun untuk mempertahankan hidupnya sehingga pengakhiran kehamilan atau aborsi dapat dikualifikasikan sebagai tindakan yang melanggar hak asasi manusia. Menurut hukum agama Islam (Fiqih), hukum dasar aborsi dilarang atau haram. Alasannya, nuthfah berasal dari pertemuan sperma dengan ovum merupakan awal kehidupan. Segala aktifitas yang bertujuan menggagalkan kehidupan nuthfah dianggap sama dengan menghilangkan kehidupan kecuali ada sebab-sebab yang dibenarkan secara syar’i.7

Hal-hal tersebut di atas menunjukkan adanya masyarakat yang menerima dan menolak tindakan aborsi. Tindakan aborsi tidak dapat dilihat dari faktor medis saja namun ada faktor social lain yang melingkupinya. Persoalan nilai serta moral dalam kehidupan bermasyarakat tidak hanya dialami oleh remaja yang mengalami kehamilan yang tidak diinginkan, melainkan juga mereka yang berstatus menikah. Masa remaja merupakan masa peralihan, oleh karena itu sesuai dengan perkembangan hormonal maupun perkembangan psikologisnya merupakan masa transisi yang penuh gejolak sehingga seringkali tidak dapat menahan diri untuk melakukan hal-hal yang tidak diinginkan oleh masyarakat, seperti kehamilan di luar nikah. Kehamilan di luar nikah atau kehamilan yang tidak diinginkan pada remaja dapat memicu terjadinya pengguguran kandungan atau aborsi.8

Lain halnya aborsi yang dilakukan oleh mereka yang berada pada kalangan yang berstatus menikah, biasanya terkait dengan permasalahan ekonomi. Faktor ekonomi seringkali mendasari keinginan untuk melakukan aborsi, faktor lainnya adalah akibat gagal KB, jumlah anak yang sudah terlalu banyak, anak-anak yang sudah terlalu besar serta merasa malu kalau hamil lagi. Menurut Dra. Budi Wahyuni, MM, MA dari PKBI Jogjakarta: “Diantara faktor penyebab itu faktor ekonomi yang paling banyak disebut klien. Faktor ekonomi merupakan faktor yang paling menonjol terutama pada kasus kehamilan yang tidak diinginkan.”9 Oleh karena banyak faktor yang menyebabkan seseorang untuk melakukan aborsi. Namun semua itu tergantung dari perilaku, moral, tanggung jawab serta nilai-nilai yang dimiliki seseorang bukan dari siapa-siapa. Jika ingin tetap berada di atas nilai, moral adat maupun agama maka itulah sebagai jalan yang terbaik.

Pada kenyataannya tidak semua kehamilan tidak diinginkan merupakan hasil hubungan di luar nikah. Banyak melakukan aborsi karena kegagalan alat kontrasepsi, kondisi kesehatan, kemiskinan, jarak yang terlalu dekat antara anak sebelumnya serta karena perkosaan dan lain-lain merupakan faktor-faktor penyebab terjadinya aborsi. Mereka terpaksa melakukan tindakan aborsi karena tidak ada dokter yang mau menolong atau adanya dokter yang takut didera hukuman pidana atau dianggap melakukan tindakan kriminal yakni pembunuhan janin. Sehingga pada akhirnya mereka diam-diam melakukan sendiri atau mendatangi dukun, padahal seringkali mereka mengetahui dampak yang dilakukannya tersebut berbahaya. Hal lain juga menimbulkan stigma masyarakat terhadap pelaku aborsi yakni dianggap tidak bermoral, bayi yang dikandungnya merupakan hasil hubungan gelap atau hubungan di luar nikah.

Referensi.

1. PKBI Jogjakarta : Aborsi Masih Tetap Kontroversi, Januari 2001.

2. Survey Kesehatan Rumah Tangga, tahun 1995.

3. Maria Ulfah Anshor: Aborsi, Antara Fakta dan Norma, Kompas; 2 Juli 2001.

4. Hesti Armiwulan: Aborsi Ditinjau daari Perspektif Hukum, Fakultas Hukum Universitas Surabaya.

5. Dr. Didik Joko Martopo: Sex Pra Nikah dan Aborsi, Pusat Informasi dan Layanan Remaja (PKBI) Jawa Tengah



1 PKBI Jogjakarta : Aborsi Masih Tetap Kontroversi, Januari 2001.

2 Suvey Kesehatan Rumah Tangga, tahun 1995.

3 Maria Ulfah Anshor: Aborsi, Antara Fakta dan Norma, Kompas; 2 Juli 2001.

4 PKBI Jogjakarta : Aborsi Masih Tetap Kontroversi, Januari 2001.

5 Hesti Armiwulan: Aborsi Ditinjau daari Perspektif Hukum, Fakultas Hukum Universitas Surabaya.

6 Hesti Armiwulan: op. cit.

7 Maria Ulfah Anshor: op. cit.

8 Dr. Didik Joko Martopo: Sex Pra Nikah dan Aborsi, Pusat Informasi dan Layanan Remaja (PKBI) Jawa Tengah

9 PKBI Jogjakarta : op. cit.

Atang S
Lahir dan dibesarkan di sebelah selatan kaki Gunung Ciremai, Kuningan - Jawa Barat.

Related Posts

1 comment

Subscribe Our Newsletter